RADAR JOGJA – Keluhan pedagang Teras Malioboro (TM) 1 dan 2 yang sepi pengunjung di hari-hari biasa, ditanggapi Pemprov DIJ. Masalah ini segera dikoordinasikan dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Utamanya untuk melakukan upaya agar pedagang tetap sejahtera, akibat relokasi itu.
Sekprov DIJ Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, ada beberapa masalah dan keluhan yang disampaikan perwakilan pedagang TM 1 dan 2. Salah satunya terkait penurunan omzet akhir-akhir ini, karena permasalahan flow pengunjung yang tidak merata.
“Misalnya ada pedagang yang belum laku karena flow pengunjung belum sampai ke pojok-pojok,” kata Aji saat ditemui wartawan usai menerima audiensi dari pansus relokasi PKL Malioboro dan pedagang TM 1 dan 2 di Gedung Pracimasono Kompleks Kepatihan, Jogja, Kamis (23/6).
Ia mengapresisi kedatangan rombongan DPRD Kota Jogja untuk memberikan informasi terkait situasi dan kondisi di TM 1 maupun 2. Tidak hanya soal sepinya omzet pedagang karena flow atau alur pengunjung yang tidak merata, tetapi juga masalah sarana prasarana.
“Misalnya di TM 2 masih banyak yang bocor, WC masih antre panjang dan seterusnya. Saya kira ini masukan buat kita, bagus, nggak masalah. Pemprov DIJ dan Pemkot Jogja melakukan pembenahan-pembenahan itu,” ujarnya.
Pemprov pun segera mencarikan solusi dan langkah-langkah untuk merespons hal itu. Tahap awal, akan melakukan koordinasi dengan OPD terkait yang mengelola masing-masing TM. Upaya segera dilakukan setelah menjalin komunikasi dengan pengelola TM 1 maupun TM 2.
“Kan prinsipnya pemprov itu ingin mensejahterakan para pedagang. Jangan sampai sing siji payu, sijine ora (satu laku, satunya tidak laku, Red). Ini kita upayakan, segera kami tindaklanjuti dan koordinasikan,” tambahnya.
Seorang pedagang di TM 2 Blok E Supriyati mengatakan, sepinya pengunjung yang mengakibatkan omzet turun sudah dirasakan sejak April lalu hingga sekarang. Dan sempat selama 20 hari nol pendapatan. Ini diklaim karena masalah flow pengunjung yang masih belum merata.
Pengunjung masih terfokus mengunjungi lapak bagian depan. “Kalau tempat-tempat lapak di depan dan strategis pas perempatan, omzet lumayan, ada peningkatan. Tapi kalau di belakang atau di sirip-sirip pinggir tidak terlewati oleh pengunjung,” katanya.
Lapak yang terdampak sepi berkisar 80 persen dari total sekitar 1.000 lebih lapak. Ini termasuk pedagang lesehan. Dikatakan perempuan 38 tahun ini, pengunjung setelah berjalan ke bagian tengah atau perempatan Teras Malioboro 2, langsung kembali ke depan.
Lapak bagian belakang dan sirip-sirip tidak sering terjamah pengunjung. “Masalah pintu timur yang masih tutup, sangat berpengaruh juga. Pengunjung dari arah timur nggak bisa masuk. Semua terpusat pintu barat, ke depan kita minta pintu timur segera dibuka,” jelas pedagang batik ini.
Diungkapkan, penurunan omzet terjadi tak hanya pada hari-hari biasa. Pada saat hari-hari libur pun merasakan hal yang sama. Dibandingkan saat berada di lorong-lorong toko, pendapatan kotor mencapai Rp 1 juta pada hari biasa. Saat ini hanya Rp 400 ribu, itu pun buka pukul 07.00-03.00 dini hari. “Hari biasa weekend kemarin maksinal sampai Rp 1,8 juta. Itu sampai pukul 4-5 pagi,” terangnya.
Diharapkan dengan adanya audiensi ini pemprov segera merealisasikan langkah-langkah dari keluhan pedagang. Utamanya soal perubahan flow pengunjung, perbaikan infrastruktur sarana dan prasarana. Sebab, apabila turun hujan hingga banjir selalu tak terhindarkan. Bocor dan pemadaman listrik juga sering terjadi.
“Ke depan kami harap segera diperbaiki. Sekarang masih banjir, kalau bocor sudah dibenahi. Posisi banjir dari bawah, ada genangan gitu,” tambahnya. (wia/laz)