KEBUMEN – Kelompok Tani Hutan (KTH) Pansela melihat kawasan mangrove Muara Kali Ijo, di Kecamatan Ayah bukan lagi sekedar bicara konservasi. Tapi mereka kini mampu menggali kawasan suaka alam itu sebagai rintisan ekowisata bernilai ekonomi.
Tanaman mangrove berperan penting sebagai mitigasi dari krisis perubahan iklim. Karena tanaman air payau ini dinilai mampu menyimpan karbon hingga lima kali lipat. Keseimbangan ekologi lingkungan pantai juga akan terjaga dengan pelestarian mangrove, karena berfungsi sebagai biofilter serta menciptakan ekosistem yang layak untuk organisme akuatik. “Kami baru uji coba kolaborasi konservasi dengan budidaya ikan nilai air payau dan kepiting bakau. Ternyata berhasil dan kemarin baru panen,” terang Ketua Divisi Konservasi dan Edukasi Kelompok Tani Hutan KTH Pansela Agus Saptanudin, Kamis (28/7).
Dia mengatakan, keberadaan kawasan mangrove memiliki fungsi strategis sebagai benteng di pesisir selatan. Mengrove sudah terbukti sebagai tanaman tangguh. Sehingga cocok guna meminimalisir potensi ancaman kerusakan lingkungan perairan pantai. “Hutan bakau ini kan green belt atau sabuk hiaju. Tentunya buat melindungi pantai dari gempuran ombak bahkan abrasi. Begitupun seumpama tsunami,” jelasnya
Dari sisi ekowisata, lanjut Agus, kawasan mangrove di Kecamatan Ayah ini bisa menjadi objek edukasi lingkungan dengan konsep wisata berbasis alam. Ekowisata inilah diharapkan akan menciptakan industri pariwisata. Menurutnya, kawasan mangrove bisa dijadikan lumbung kehidupan. Potensi besar dengan didukung keanekaragaman hayati ini akan memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat. “Sistem perpaduan mangrove dan budidaya ikan ini saling berkaitan. Pohon tetap tumbuh, ikan bisa menempelkan telur di pohon bagian bawah,” terangnya.
Agus menyebutkan, luasan lahan konservasi mangrove di pantai selatan itu berkisar 50 hektare. Ia bersyukur gerak langkah upaya konservasi mulai memberikan manfaat bagi masyarakat. Di kawasan tersebut pengunjung bisa melihat pemandangan estetik hutan bakau di pinggir hamparan pantai. Tak jarang kawasan ini mulai ramai dikunjungi para wisatawan. “Konsepnya konservasi sabagai pemantik kesadaran masyarakat secara luas. Ke depan, kami punya pandangan pengembangan tambahan budidaya ikan kakap putih. Karena permintaan pasar cukup bagus,” ucapnya.
Sementara itu, sebelumnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sempat berkunjung ke kawasan mangrove di muara Kali Ijo, Ayah. Disana, gubernur Ganjar mendorong kawasan yang kini ditetapkan sebagai kawasan ekosistem esensial (KEE) untuk pengembangan kawasan ekowisata. “Saya canangkan pengembangan ekowisata mangrove yang ada di Kawasan Ekosistem Esensial Hutan Mangrove Muara Kali Ijo ini. Kalau kita lihat sejarahnya sejak 1980an ternyata tidak mudah usaha membuat hutan mangrove sebagus ini. Anda lihat bentuknya, bagus banget ya,” kata Ganjar usai menanam mangrove bersama pelajar, warga, dan aktivis lingkungan pada Rabu (27/7).
Ganjar menjelaskan, sejak 1984 ikhtiar untuk menahan abrasi di pantai selatan bisa terlihat. Pohon bakau yang ditanam telah menjadi ekosistem yang bagus. Pohon-pohon baru yang ditanam juga akan menambah fungsi penahan air pasang laut dan menjadi tempat ikan-ikan tumbuh. “Nah sekarang kami ingin coba kembangkan lagi pariwisatanya karena di sana tadi ada budi daya ikan sama kepiting. Kalau itu terjadi maka saya harapkan tidak hanya sekadar budidayanya tapi juga produksinya,”sambungnya. (fid/pra)