JOGJA – Beredarnya isu pemaksaan pemakaian jilbab untuk siswa di SMAN 1 Banguntapan, Bantul, ditanggapi Pemprov DIJ. Ancaman sanksi menanti hingga disiplin pegawai jika terbukti melakukan tindakan di sekolah berkategori milik pemerintah itu.
Sekprov DIJ Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) akan melakukan investigasi terkait kasus tersebut untuk mengetahui berbagai kemungkinan kesalahannya. “Nanti Pak Kepala Disdikpora akan melakukan kajian itu,” katanya saat ditanya wartawan di Kompleks Kepatihan, Jogja, Senin (1/8).
Aji menjelaskan, sejatinya terkait regulasi yang ada sudah jelas bahwa sekolah, guru sebagai pendidik. Artinya harus menjadi pembina yang mengarahkan dan memfasilitasi terhadap anak agar menjadi lebih baik. Sehingga, tidak ada dalam aturan bahwa guru atau sekolah boleh melakukan perundungan.
“Tentu kita prihatin dan perlu dilakukan sosialisasi dan pemahaman kembali terhadap para pengelola bidang pendidikan supaya tidak pemaksaan-pemaksaan yang seperti itu,” ujarnya.
Menurutnya, sekolah pemerintah bertugas untuk memfasilitasi anak agar berkembang. Terlebih anak memiliki karakter dan pemahaman sendiri. Sehingga pendidikan sekolah sejatinya bisa memberikan bimbingan pembelajaran yang bersifat umum atau universal. “Tidak boleh kemudian ada pemaksaan terhadap program-program sekolah kalau itu memang tidak sesuai dengan kondisi yang ada,” jelasnya.
Kepala Disdikpora DIJ Didik Wardaya mengatakan, merespons kasus itu langsung membentuk tim khusus untuk melakukan kajian. Hal ini untuk mendalami kasus yang ada, apakah benar tidaknya ada pemaksaan pemakaian jilbab terhadap siswa di sekolah negeri itu. “Kita tindak lanjut lebih jauh, kita dalami permasalahan sebenarnya seperti apa,” katanya.
Didik menjelaskan pada prinsipnya penyelenggaraan pendidikan di sekolah, terlebih sekolah di bawah naungan pemerintah, merupakan replika kebhinekaan. Sehingga tidak diwajibkan siswa mengenakan jilbab. “Artinya boleh memakai, tapi tidak wajib. Jadi kalau memang anak belum secara kemauan memakai jilbab, ya tidak boleh dipaksakan, karena itu sekolah pemerintah, bukan sekolah berbasis agama,” ujarnya.
Kasus ini baru terjadi kali ini. Untuk mencegah kasus serupa Disdikpora bakal melakukan evaluasi secara menyeluruh. Termasuk melakukan langkah membentuk regulasi agar kasus tidak terjadi kembali. Salah satunya mempertegas aturan tentang pengenaan seragam sekolah yang ada dalam Permendikbud 45/2014.
Bahwa seragam sekolah meliputi seragam nasional untuk SMA adalah abu-abu putih, seragam pramuka dan seragam ciri khas sekolah. Di daerah ada tambahan seragam untuk baju daerah, baju Jawa Kamis Pahing. “Ya, mudah-mudanan ini terjadi terakhir dan tidak terjadi lagi ke depan,” jelasnya.
Didik menyebut ancaman sanksi jika terbukti ada jajaran pihak sekolah melakukan kasus tersebut. Pihaknya akan mencocokkan kasus pelanggaran yang terjadi, apakah masuk dalam kategori melanggar ketentuan PP 94 Tahun 2001 tentang Disiplin Pegawai. “Kita akan komunikasikan dengan BKD kalau memang ada kaitannya langsug dengan itu (kategori disiplin pegawai),” tambahnya.
Tak selang lama, pemanggilan langsung dilakukan Disdikpora terhadap Kepala Sekolah SMAN 1 Banguntapan Agung Istianto. Pemeriksaan terhadapnya dilakukan selama dua jam lebih di Kantor Disdikpora DIJ kemarin.
Agung membantah melakukan pemaksaan pemakaian jilbab kepada salah satu siswinya. Pemakaian jilbab siswi yang dilakukan guru Bimbingan Konseling (BK) dilakukan hanya sebagai bentuk tutorial. “Pada intinya sekolah kami tidak seperti yang diberitakan. Sekolah kami tidak mewajibkan (pemakaian) jilbab). Tuduhannya salah, karena tidak seperti itu. Masalahnya karena sekolah negeri kan tidak boleh (memaksa),” katanya usai diperiksa.
Para guru saat itu dinlai hanya memberikan contoh pemakaian jilbab kepada siswi saat siswi tersebut dipanggil ke ruang guru BK. Karena alasan siswa belum pernah memakai jilbab saat ditanya guru. Maka guru menawarkan tutorial pemakaian jilbab. Dan siswi tersebut mengiyakan.
“Biasanya kan ada contoh jilbab di sekolah. Saat dicontohkan (siswi) mengiyakan, artinya kan ada komunikasi antara guru BK dan guru siswanya. Dan siswanya mengangguk boleh (tidak kasar). Tidak beranilah (kasar), masak guru BK koyo ngono (seperti itu),” tandasnya.
Menurutnya, tak ada kalimat kasar yang disampaikan guru BK kepada siswi itu. Guru hanya mencoba membimbing siswi sedikit demi sedikit untuk mengenakan pakaian keagamanan. Namun jika tidak mau pun, sekolah mengklaim tidak mempermasalahkan. Ketika ditanya (pemakaian jilbab), karena tutorial, maka dilakukan guru BK,” ujarnya.
Meski membantah melakukan pemaksaan jilbab, Agung meminta guru BK untuk tidak mengulangi kejadian yang serupa. Meski di seluruh sekolah itu, seluruh siswi muslim mengenakan jilbab. “Tidak ada sanksi (untuk guru BK). Kalau untuk sekolah, untuk hal-hal di kemudian hari jangan seperti itu,” tandasya. (wia/dwi/laz)
Kepsek SMAN 1 Banguntapan Bantah Lakukan Pemaksaan