KULONPROGO – Wiwitan adalah tradisi atau ritual petani sebelum memulai panen padi. Kearifan lokal ini masih dipertahankan dan dilaksanakan para petani di Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates yang tergabung dalam Kelompok Tani (Klomtan) Ngudi Laras, didukung Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulonprogo.
SORE itu, sebuah interaksi yang intim antara manusia, alam, dan Sang Pencipta terpilin jelas di sawah bilangan Kalurahan Karangwuni. Ucap syukur dan doa yang ditujukan kepada Sang Pencipta terlantun sempurna, khas masyarakat Jawa merawat harapan.
Wajar saja, kearifan lokal itu tertanam kuat karena potensi sumberdaya alam dan lingkungan dijamu dengan sikap, juga perilaku masyarakat yang arif. Kendati dipengaruhi norma yang berlaku dan berbeda di setiap wilayah, pada dasarnya kearifan lokal berjalan selaras dengan alam.
Wiwitan adalah keseimbangan dan harmoni manusia, alam, dan budaya yang indah. Menyatu menjadi pola pertanian tradisional. Sing bahu rekso, arwah leluhur, danyang, roh-roh jahat, jin, memedi kemungkinan juga disebut untuk mendukung dan diminta untuk ikut mensukseskan musim panen kali ini.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kulonprogo Muh Aris Nugroho mengatakan, tradisi wiwitan di sawah surjan ini sudah dilaksanakan sejak zaman dulu, sebagai sebuah warisan budaya. Kearifan lokal yang sangat menarik, terlebih sawah surjan sebelumnya merupakan lahan yang tidak produktif. Langganan banjir.
“Sawah surjan dengan tradisi wiwitan ini bahkan sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda yang harus terus lestarikan,” ucapnya.
Dijelaskan, sawah surjan seluas 20 hektare memiliki beberapa keunggulan dari sawah jenis lain. Di antaranya bisa untuk menanam padi dua kali dalam setahun. Lahan atas juga berhasil dimanfaatkan sepanjang musim untuk komoditas sayuran dan palawija. “Kali ini buktinya, panen sekali bisa menghasilkan dua komoditas (padi dan bawang merah, Red). Ini kelebihan sawah surjan,” jelasnya.
Menurutnya, hasilnya juga luar biasa. Padi rata-rata bisa menghasilkan 7,2 ton per hektare, itu melebihi rata-rata kabupaten yang hanya 6,7 ton. Sedangkan bawang merah bisa menghasilkan 20 ton per hektare, sementara rata-rata kabupaten hanya 14 ton. Hebatnya lagi, musim panen bisa selaras dengan harga jual. “Harga komoditas pertanian saat ini pas bagus, jadi pantas petani bersyukur dan mungkin itu juga buah dari mudahnya petani bersyukur,” ujarnya.
Penjabat (Pj) Bupati Kulonprogo Tri Saktiyana menambahkan, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulonprogo termasuk jeli dalam menjalankan dan memajukan pertanian, baik dari sisi teknis maupun juga budaya.
“Ini masuknya filosofi pertanian dan masih melekat di masyarakat. Budaya wiwitan bentuk syukur kepada Tuhan terpadu dengan teknis pertanian ilmiah. Lengkap sudah dan berkah tentunya. Saya berharap budaya wiwitan ini tetap dipertahankan. Jika perlu dikembangkan agar lebih menarik sebagai salah satu cara menjaga tradisi leluhur,” harapnya. (laz)