Neutron Yogyakarta

Ganti Rugi Ternak Korban PMK Belum Jelas

Hingga Agustus, 23 Ekor Ternak di Bantul Mati
Ganti Rugi Ternak Korban PMK Belum Jelas

BANTUL – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul masih belum menerima kejelasan program pemberian ganti rugi ternak yang mati korban penyakit mulut dan kuku (PMK) dari pemerintah pusat. Di daerah lain sudah dilakukan, misalnya di Sleman. Padahal, hingga Agustus ini ternak di Bantul yang mati akibat penyakit tersebut mencapai 23 ekor.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bantul Joko Waluyo mengatakan, sampai saat ini pihaknya memang belum menerima keputusan resmi dari pemerintah pusat terkait dengan kepastian program ganti rugi ternak korban PMK. Hingga pertengahan Agustus ini pun DKPP Bantul juga belum menerima sosialisasi maupun perkembangan terkait dengan program tersebut.

Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian pada bulan Juli lalu sempat menggulirkan ganti rugi bagi peternak yang hewannya mati atau dimusnahkan paksa karena terjangkit PMK. Rinciannya untuk satu ekor ternak sapi sebesar Rp 10 juta, kambing dan domba Rp 1,5 juta serta ternak babi Rp 2 juta. Di Jogjakarta sendiri diketahui baru Sleman yang sudah terealisasi program tersebut. “Sehingga peternak juga belum ada yang mengajukan,” ujar Joko saat dikonfirmasi Radar Jogja, Kamis (11/8).

Terkait dengan jumlah kasus PMK di Bumi Projotamansari, mantan Kabid Peternakan DKPP Bantul itu mengungkapkan, hingga Rabu (10/8) jumlah ternak yang mati akibat PMK ada 23 ekor sapi dan yang dipotong paksa ada 97 ekor sapi. Sementara untuk jumlah keseluruhan ternak yang terkonfirmasi positif ada 3.334 ekor dengan mayoritas ternak yang terjangkit merupakan jenis sapi.

Wilayah dengan temuan terbanyak  ada di Kapanewon Pleret dengan jumlah 8 ekor sapi mati dan 66 ekor sapi dipotong paksa. Kemudian disusul Kapanewon Sanden dengan jumlah sapi yang mati sebanyak 2 ekor dan yang dipotong paksa 12 ekor. Serta Pundong dengan jumlah sapi yang mati 3 ekor dan 9 ekor harus dipotong paksa.”Kemudian untuk kapanewon lain rata-rata temuan ternak yang mati ada 1 sampai 4 kasus,” sambungnya.

Terkait upaya penanganan PMK, Koordinator Substansi Pelayanan Veteriner Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates Indarto Sudarsono beberapa waktu lalu menyampaikan, peran peternak memang sangat diperlukan untuk menanggulangi ternak yang terpapar PMK. Menurutnya peternak harus aktif memberikan pakan tambahan kepada hewan yang tengah sakit.“Serta juga sangatlah penting menjaga kebersihan kandang terutama bagian bawah. Karena jika ada luka di kaki lalu dibersihkan dan  diobati tetapi masih ada kotoran ya percuma, karena obatnya tidak akan masuk,” imbuh Indarto. (inu/din)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)