JOGJA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja diminta tidak mendiamkan fakta-fakta yang muncul dalam persidangan perkara korupsi mantan Direktur RSUD Wonosari Isti Indi Indiyani. Dari beberapa kali persidangan, sejumlah saksi menyebutkan nama Jaksa Asep Saiful Bachri dari Kejati DIJ.
Selain Asep, ada juga nama mantan Kepala Seksi Intelejen Kejari Wonosari Suwono dan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIJ Ipda Pol Widarmanto. Peran ketiga aparat penegak hukum (APH) itu beragam. Ada yang dilaporkan menerima aliran dana hingga mengarahkan tersangka saat disidik di polisi menggunakan penasihat hukum tertentu sesuai permintaan jaksa.
“Munculnya nama-nama APH itu harus didalami dan ditelusuri lebih mendalam. Ini demi menjaga objektivitas persidangan. Bila perlu lakukan konfrontasi dengan saksi-saksi lain guna menemukan kebenaran materiil atas perkara tersebut,” ujar Direktur Indonesia Court Monitoring (ICM) Tri Wahyu KH Senin (12/9).
Konfrontasi itu dinilai Wahyu penting karena perkara pidana bukan mencari kebenaran formil. Tapi menemukan kebenaran materiil atas perkara tersebut. Apa yang disampaikan Wahyu itu selaras dengan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Orang pertama di Polri dan Kejaksaan Agung RI itu menegaskan tidak segan-segan mencopot anggota Polri dan jaksa yang terlibat dalam satu perkara.
ICM merupakan lembaga yang giat dalam pengawasan peradilan. Dari monitoring ICM, perkara RSUD Wonosari telah menyerempet sejumlah nama APH di lingkungan kejaksaan dan kepolisian. Nama-nama APH itu muncul dari keterangan beberapa saksi saat diperiksa majelis hakim yang diketuai Nasrulloh SH didampingi hakim anggota Agus Setiawan SH, Sp.Not dan Rudi SH.
Nama Jaksa Asep muncul kali pertama dalam sidang yang berlangsung Selasa (30/8). Kepala Seksi Keuangan RSUD Wonosari Miftahul Huda menjadi orang pertama yang menyenggol namanya. Munculnya nama Jaksa Asep juga disinggung Bendahara Pengeluaran RSUD Wonosari Indaryati.
Asep yang saat itu menjabat kepala seksi sosial politik (sospol) intelejen Kejati DIJ disebut-sebut beberapa kali mendatangi RSUD Wonosari. Bersama tim dari kejati mengadakan penyelidikan. Hasilnya ada perintah pengembalian jasa pelayanan medis untuk dokter laborat RSUD Wonosari dari tahun anggaran (TA) 2009 hingga 2012. Meski tak ada perintah tertulis, para dokter dan tenaga medis maupun karyawan rumah sakit pelat merah itu mengikuti arahan tersebut. Peristiwanya terjadi pada 2015.
Totalnya terkumpul uang Rp 488 juta. Namun saat hendak disetor ke kas daerah, muncul masalah. Tim Kejati DIJ tak pernah mengeluarkan rekomendasi tertulis. Akibatnya pihak RSUD Wonosari menghadapi kesulitan menyetorkan uang tersebut ke kas daerah. Uang jasa pelayanan medis dokter laborat itu tak pernah menjadi temuan aparat pemeriksa seperti BPK atau Inspektorat.
Lain halnya dengan keterangan Aris Suryanto. Mantan kepala bidang pelayanan medik dan nonmedik RSUD menjadi saksi pada sidang yang berlangsung Selasa (6/9) lalu. Aris membeberkan adanya aliran dana Rp 470 juta. Atas perintah Isti, dana Rp 270 juta itu diserahkan kepada Asep dan Rp 200 juta diterima Sumono.
“Saya tidak tahu untuk apa uang itu diberikan. Saya sudah mengingatkan itu uang apa. Uang pribadi atau bukan. Dijawab uang pribadi. Penjelasan dari Ibu direktur sebagai bantuan operasional kejaksaan,” ceritanya.
Terhadap keterangan Aris itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anto Donarius Holyman SH tidak memberikan tanggapan. Dia juga tak mengejar lebih jauh. Anto baru bereaksi saat Aris menyinggung nama advokat Budi Wijaya Hamdi SH dikaitkan dengan dirinya.
Aris menceritakan, penyidik Polda DIJ Ipda Pol Widarmanto pernah menawarkan nama Budi sebagai penasihat hukum dalam perkara RSUD Wonosari. Dasarnya atas permintaan Jaksa Anto. “Saya ingatkan saudara saksi, keputusan soal penasihat hukum yang akan mendampingi merupakan hak dari terdakwa. Bukan orang lain,” tegas Anto.
Anto dan Aris terlibat dalam perdebatan sengit hampir 30 menit. Meski menjadi saksi yang diajukan JPU, Aris justru kerap bersilang pendapat dengan jaksa. Persidangan bakal dilanjutkan hari ini (13/9). JPU bakal menghadirkan tiga orang ahli. Di antaranya auditor dari Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIJ. (kus/laz)