Neutron Yogyakarta

Pascakenaikan Harga BBM, Pertalite Masih Susah Diperoleh

Pascakenaikan Harga BBM, Pertalite Masih Susah Diperoleh

KULONPROGO – Kenaikan harga BBM membuat nelayan di Kabupaten Kulonprogo menjerit. Biaya operasional membengkak lebih dari 100 persen. Jika sekali melaut biasanya hanya butuh Rp 100 ribu untuk bahan bakar, kini harus mengeluarkan Rp 150 ribu. Ditambah kebutuhan lainnya bisa mencapai Rp 250 ribu.

“Itu hanya untuk BBM, saya menggunakan pertalite yang dulu hanya Rp 7.600 per liter kini Rp 10 ribu per liter,” ucap salah satu nelayan di Pantai Congot, Kapanewon Temon, Kulonprogo, Nur Ahmad, Kamis (15/9).

Dijelaskan, selain harganya yang mahal, untuk mendapatkannya juga sulit dan ribet. Sementara kondisinya berbanding terbalik dengan hasil tangkapan. Selain tidak pasti, untuk penyesuaian harga (menaikan harga,red) bukan perkara mudah. “Kami kan sistem pasar lelang, jika ada kenaikan harga tidak bisa signifikan. Harga ikan stabil, dengan sistem lelang yang beli juga pedagang ikan, naik paling Rp 1000 per kilogramnya,” jelasnya.

Menurutnya, kenaikan 100 persen operasional itu tidak hanya BBM, tetapi juga untuk membeli bekal makan selama melaut, rokok dan lain-lain. “Jadi kalau dulu sekali melaut cukup Rp 100 ribu keseluruhan, sekarang bisa Rp 200 ribu – Rp 250 ribu sekali turun,” ujarnya.

Sebagai nelayan kini ia tidak bisa asal turun melaut, jika tidak ada kepastian hasil tangkapan yang baik, memilih rehat melaut. Terlebih gelombang di laut selatan Kulonprogo masih tercatat tinggi sejak beberapa pekan terakhir. “Kondisi laut belum stabil, angin besar, gelombang tinggi, BBM mahal ya kalau ga ada info bagus kerja di darat saja,” ucapnya.

Salah satu pedagang ikan, Sumariyah mengungkapkan hal senada, sebagai pedagang ikan ia juga tidak berani menaikkan harga kendati harga BBM sudah naik. “Sempat saya coba naikkan Rp 2.000 per kilogram banyak yang protes, tidak hanya konsumen, teman sesama pedagang juga khawatir pelanggan kabur,” ungkapnya.

Menurutnya, kenaikan BBM membuat semua sulit, terlebih ikan bukan produk olahan makanan yang bisa dikecilkan ukurannya untuk menghindari opsi menaikan harga. Sejauh ini ia menjual ikan hasil tangkapan nelayan pantai selatan, tidak hanya dari Kulonprogo, sebagian ikan juga dari Cilacap, Gombong dan Gunungkidul. “Susah, harga BBM mahal, pelanggan sepi, kami pedagang mungkin lebih beruntung jika dibandingkan nelayan sebagai pejuang pencari ikan, salah salah bisa ngamuk nelayan,” ujarnya. (tom/pra)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)