JOGJA – Seni dan budaya pada dasarnya terikat. Lantaran seni merupakan media ungkap kebudayaan. Sementara budaya merupakan pengimanan terhadap alam. Budaya pun jadi laku hidup tempat lahirnya kesenian baru. Sehingga sinambung seni, budaya, dan alam tidak dapat dipisahkan karena saling menyatukan.
Kurator sekaligus Programer Seni Rupa Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) Prihatmoko Moki menyebut, tema besarnya kali ini Mengelola Air dan Tanah. “Tema besar ini kemudian menjalar ke semua program FKY, salah satunya di pameran ini,” lontarnya kepada Radar Jogja Senin (19/9).
Pameran digelar di Teras Malioboro (TM) I dengan menyuguhkan karya dari 20 pelaku budaya. Terdapat tiga hal yang melatarbelakangi eksplorasi air dan tanah dalam FKY. Pertama, peran penting air dan tanah bagi kehidupan. Kedua, keberadaan praktik dan subjeknya. Ketiga, kemunculan isu terkait air dan tanah di tahun lalu di Gunungkidul dan Kulonprogo yang mampu dikaji lebih dalam. “Jadi kami menyebutnya yang tampil bukan seniman. Karena mereka merekam suatu peristiwa yang berhubungan dengan alam dan kebudayaannya melalui visual,” ujarnya.
Diungkap Moki, salah satu karya seni rupa yang ditampilkan merupakan karya dari seorang juru kunci. “Ada gambar dua naga, yang menggambar bukan seniman. Tapi Juru Kunci Sendang Kemiri atau Tlogo Sogo dari Gunungkidul,” ungkapnya.
Pria 40 tahun juga menyebut Alodia Yap. Perupa kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, itu menampilkan dua karyanya. Persinggungan dengan alam dituangkannya dalam lukisan seorang perempuan yang bermain-main dengan serangga.
“Setiap seniman yang kami pilih membicarakan tentang alam. Tentu saja hubungannya dengan air dan tanah. Tapi setiap seniman memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Misalnya Alodia menceritakan punahnya serangga. Itu tidak secara spesifik membicarakan tanah dan air, tapi ada hubungannya,” jabarnya.
Moki berharap, pengunjung yang menyempatkan mampir ke Pameran Seni Rupa FKY 2022 memperoleh inspirasi. Kemudian ikut mengimani alam, untuk secara sadar dijaga untuk lestari. “Diharapkan pengunjung bisa mencintai alam. Sama inspirasi, karya-karya ini ingin menginspirasi. Ketika melihat sebuah karya, kamu terinspirasi. Itu yang penting. Yang penting karya ini menginspirasi pengunjungnya,” tandas pengelola Krack Studio ini.
Salah seorang pengunjung yang hadir di pameran adalah Dini Lestari Wanti Dhana, 26. Mahasiswa S2 PAUD Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini mengaku kagum dengan karya yang ditampilkan dalam pameran. “Ini tuh lebih ke pengetahuan baru bagi umum untuk karya seni rupa. Tapi aku lihat karya menyinggung kembali menjaga alam dan lingkungan ya,” ujarnya.
Perantauan asli Medan, Sumatera Utara, ini merasa senang. Terlepas dari tema dan konsep ‘berat’ yang terpajang di pameran. Warna-warni pameran cukup menyegarkannya untuk sejenak lari dari rutinitas. “Ke sini jadi refresh, lupakan sejenak ya tesisnya,” katanya. (fat/laz)