JOGJA – Kasus suap izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton yang menyeret Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti (HS), mulai mengungkap fakta-fakta baru. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPKP) Kota Jogja Hari Satya Wacana hadir sebagai salah satu dari tujuh saksi yang didatangkan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hari merasa ditekan oleh dua pihak agar penerbitan IMB apartemen yang berlokasi di Jalan Kemetiran Lor, Gedongtengen, Kota Jogja, ini lancar. “Pertama adalah Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu disingkat DPMPTSP (Nur Widi Hartana, Red), dan Sekretaris Wali Kota Jogja (Triyanto Budi Yuwono, Red),” ungkapnya dalam sidang yang digelar hybrid di PN Jogja, Senin (19/9).
Hari mengaku ditekan untuk segera mengeluarkan rekomendasi teknis untuk IMB Apartemen Royal Kedhaton. Tekanan itu berupa Nur Widi dan Triyanto yang menelepon secara berulang-ulang. “Selalu menelepon untuk segera menerbitkan rekomendasi teknis untuk melengkapi (IMB Apartemen Royal Kedhaton, Red),” cetusnya.
Selain itu, Nur Widi dan Triyanto pun kerap menghubungi dan menemui kepala bidang di bawah jajaran kedinasan Hari. Mendesak agar Hari dan staf lain di DPUPKP menuruti permintaan yang dikehendaki Nur Widi dan Triyanto. Tapi Hari menampik, dia mendapat ancaman atau iming-iming dari dua pihak yang menekannya.
Muh Djauhar Setyadi, hakim ketua yang memimpin persidangan sempat bertanya terkait penekanan yang dilakukan Triyanto pada Hari. Lantaran Triyanto bukan pimpinan Hari. Kemudian Hari menjelaskan, bahwa dalam pemahamannya ucapan Triyanto adalah perintah dari Wali Kota Jogja yang saat itu dijabat Haryadi Suyuti.
“Karena segala urusan (HS, Red) melalui sekpri (Triyanto, Red),” tegas Hari. Kendati pun permintaan yang dilontarkan Triyanto di luar kapasitas Hari. Termasuk desakan segera menerbitkan rekomendasi IMB Apartemen Royal Kedhaton. “Menurut kami langsung perintah (ucapan Triyanto adalah perintah langsung HS, Red),” tambahnya.
Hari pun mengaku telah melakukan penolakan terhadap permohonan IMB Apartemen Royal Kedhaton. Dibeber, pengajuan dilakukan sejak Agustus 2012. Kemudian ditolak pada Desember 2021. Karena ketentuan tinggi bangunan yang dimohonkan, melebihi yang direkomendasikan.
“Ketinggian yang direkomendasikan dari Dinas Kebudayaan DIJ sesuai SKRK, 32 meter. Tapi dimohonkan 40 meter,” sebutnya. Selain itu, skyline yang diminta adalah dua sisi. Tapi hanya diajukan satu sisi. “Tidak lepas dari ketinggian (32 meter, Red) dengan 45 derajat belum terpenuhi,” tandasnya.
Hari selanjutnya mengungkap, ada ketidaksesuaian struktur bangunan dalam IMB Apartemen Royal Kedhaton yang dimohonkan. Salah satunya pada pondasi bangunan. “Hitungan struktur pondasi masih tidak sesuai dengan gambar dan perhitungannya,” lontar Hari yang sempat dibawa oleh petugas ke kantor KPK Jakarta saat OTT di rumah dinas wali kota.
Kendati begitu, Hari mengetahui bahwa IMB Apartemen Royal Kedhaton tetap terbit. Dia tahu, setelah bertanya pada salah seorang rekannya yang bekerja di DPMPTSP. Lantaran mengikuti Perda Kota Jogja No 12/2012 tentang Bangunan Gedung. Apabila syarat ketentuan teknis maupun administrasi belum terpenuhi, maka tetap dikeluarkan IMB. “Yang mengeluarkan IMB adalah DPMPTSP. Rekomendasi meski ditolak tetap bisa dikeluarkan. Karena keputusan bukan di DPUPKP,” tandas mantan kepala dinas pertanahan dan tata ruang itu.
Selain Hari, enam saksi lain juga dihadirkan ke persidangan oleh JPU KPK. Mereka adalah Nindyo Dewanto (kepala Bagian Hukum Pemkot Jogja), Herman Nagaria (direktur utama Java Orient Property), Syarif Benyamin (direktur bisnis Summarecon), Vincentius Vandi Artha (direktur Jogja Bike Gallery), Ergrie Inofitri Junis Sari (wiraswasta) dan Santoso Tandyo (penjual beli mobil bekas). (fat/laz)