JOGJA – Somasi yang diteken Gubernur DIJ Hamengku Buwono X dicueki pengembang PT Deztama Putri Sentosa. Sampai sekarang pengembang yang membangun sejumlah perumahan di atas tanah kas desa di Dusun Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman, itu belum menghentikan kegiatan pembangunan.
Padahal sesuai bunyi somasi nomor 180/3732 tertanggal 6 September 2022, secara terang benderang gubernur memerintahkan agar seluruh kegiatan fisik pembangunan disetop. “Hasil pengawasan kami di lapangan, aktivitas PT Deztama Putri Sentosa masih berlangsung. Artinya somasi tidak diindahkan,” ujar Kepala Biro Hukum Setprov DIJ Adi Bayu Kristanto Selasa (20/9).
Bayu menjelaskan, instansinya bersama Satpol PP DIJ telah beberapa kali turun ke lapangan. Khusus memantau respons direksi PT Deztama Putri Sentosa dalam menaati somasi gubernur. Lantaran di lapangan kegiatan belum dihentikan, Pemprov DIJ tidak bisa mendiamkan. Biro Hukum telah menyusun draf somasi kedua. Kini draf tersebut telah naik ke pimpinan. Bahkan sudah sampai meja gubernur. “Kami akan layangkan somasi kedua yang dikirimkan besok (hari ini, Red),” ujarnya.
Sama seperti somasi pertama, somasi kedua langsung diteken bapak lima puteri yang juga raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu. Diakui, gubernur memberikan perhatian serius terhadap dugaan penyimpangan izin pemanfaatan tanah kas desa di Kalurahan Caturtunggal. Ini terlihat dengan somasi yang langsung diteken HB X. Selama ini somasi atau peringatan serupa kepada pihak lain sangat jarang ditandatangani gubernur sendiri.
Biasanya didelegasikan kepada sekretaris provinsi (Sekprov), asisten atau kepala organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. “Khusus dalam masalah ini, Bapak Gubernur sangat perhatian,” cerita alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) ini.
Bayu menambahkan, setelah somasi pertama dikirimkan, Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa Robinson Saalino telah memberikan tanggapan. Jawaban atas somasi pertama telah diterima pemprov. “Responsnya menyampaikan permintaan maaf,” tutur Bayu.
Meski telah meminta maaf, nyatanya kegiatan di lapangan terus berjalan. Bayu menjelaskan, izin pemanfaatan tanah kas desa di Kalurahan Caturtunggal yang diberikan gubernur hanya seluas 5.000 meter persegi. Namun di lapangan diketahui pembangunan dilakukan di atas lahan tanah kas desa seluas 11.000 meter persegi.
Menyikapi itu, HB X menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk melanggar hukum. Tidak ada izin gubernur. Bahkan HB X siap membawa masalah itu ke meja hijau. “Kalau tidak berhenti, ya silakan ke pengadilan saja, karena telah memanipulasi. Memang tanahnya dia (Robinson Saalino, Red),” tegasnya.
Kepala biro hukum menambahkan, izin gubernur tentang pemanfaatan tanah kas desa seluas 5.000 meter persegi belum ditindaklanjuti dengan izin-izin lainnya yang menjadi persyaratan. Misalnya pengembang belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) maupun izin prinsip lainnya. Dia juga mengingatkan, pemerintah kalurahan tidak berwenang menerbitkan sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL).
Birokrat yang tinggal di Sidoarum, Godean, Sleman, ini menegaskan, ada empat pelanggaran yang terjadi dalam alih fungsi tanah kas desa tersebut. Pertama, PP No 16 Tahun 2004 tentang Penatausahaan Tanah. Kedua, Perda DIY No 2 Tahun 2017 tentang Ketenteraman Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat. Ketiga, Peraturan Gubernur DIJ No.34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa.
“Terakhir Keputusan Gubernur DIJ No.43/IZ/2016 tentang Izin kepada Pemerintah Desa Caturtunggal kepada perusahaan pengembang PT Deztama Putri Sentosa untuk pembangunan area singgah hijau,” beber Bayu.
Dalam somasi pertama ada tiga hal yang harus dilakukan PT Deztama Putri Sentosa. Menghentikan semua kegiatan pembangunan di persil I Klas III D seluas 11.215 meter persegi di Dusun Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman. Selanjutnya, menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai izin gubernur dan secepatnya melengkapi perizinan pemanfaatan ruang sesuai peraturan perundang-undangan.
Robinson mengakui pembangunan di atas lahan 11.215 meter persegi belum mendapatkan izin gubernur. Dia mengaku sudah mengajukan izin sejak 2019 silam. “Sudah mohon maaf dan mohon petunjuk, intinya tegak lurus kepada Sri Sultan,” ujarnya.
Terkait somasi, dia berdalih ada kesalahpahaman. Ada anggapan dia membangun perumahan dan menjual aset tanah kas desa. “Saya tidak pernah menjual tanah kas desa. Saya tidak membangun perumahan, tapi guest house,” kelitnya.
Bukan hanya di Nologaten. Robinson mengaku membangun hal sama di sejumlah kalurahan di Sleman. Bahkan jumlahnya tidak sedikit. Ada 25 kalurahan. Di antaranya Condongcatur (Depok), Wedomartani (Ngemplak), Candibinangun (Pakem) dan beberapa kalurahan lainnya. “Konsepnya sama berupa investasi guest house. Tidak ada jual beli,” bantah Robinson. (wia/dwi/kus/laz)