JOGJA – Jogja Corruption Watch (JCW) menyoroti sistem di Pemkot Jogja. Ini menyusul terungkapnya praktik perizinan, dalam sidang kasus suap izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton yang menyeret mantan Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti.
JCW menuding, setidaknya ada dua catatan kritis menyoal sistem pemerintahan di Pemkot Jogja. Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW Baharuddin Kamba menyebut, persoalan pertama adalah adanya dugaan peran dominan dari seorang ajudan, sekretaris pribadi (sespri), atau asisten pribadi (aspri) kepala daerah.
“Sehingga ucapan yang disampaikan oleh seorang sespri dianggap sebagai perintah langsung dari kepala daerah. Kepala organisasi perangkat daerah (OPD) kemudian harus menindaklanjuti. Tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu,” ujar Kamba saat dihubungi Radar Jogja Selasa (20/9).
Ia mengatakan, dalam persidangan kasus suap IMB Apartemen Royal Kedhaton, Kepala DPUPKP Kota Jogja Hari Satya Wacana hadir sebagai saksi. Dia mengaku terus ditekan melalui telepon secara berulang oleh Triyanto Budi Yuwono yang merupakan sespri dan orang kepercayaan Haryadi Suyuti (HS). “Hari menganggap yang disampaikan Triyanto merupakan perintah langsung dari HS yang kala itu menjabat Wali Kota Jogja,” sebutnya.
Catatan kedua JCW, pengajuan perizinan lewat online single submission (OSS) belum menjamin bebas korupsi. Padahal, tujuan dari sistem OSS sejatinya menghindarkan investor dari pungutan liar. “Suap-menyuap yang selama ini terjadi, akibat (investor, Red) berusaha langsung berhubungan tatap muka dengan pemerintah daerah atau dinas terkait masalah perizinan,” jelasnya.
Kamba menyebut, terbukti salah satu penasihat hukum terdakwa Oon Nusihono menyampaikan adanya dugaan pemberian uang. Sebesar Rp 50 juta kepada Nur Widi Hartana selaku kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Jogja.
“Setelah uang diberikan, pendaftaran permohonan IMB Apartemen Royal Kedhaton baru diterima,” cecarnya. Bahar lantas menyebut, Nur Widi harus memberikan konfirmasinya dalam persidangan lanjutan kasus suap IMB Apartemen Royal Kedhaton.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Hari juga mengaku ditekan Nur Widi. Kemudian mengungkap IMB Apartemen Royal Kedhaton tetap terbit, meski Hari telah melakukan penolakan. Dikatakan, itu mengikuti Perda Kota Jogja No 12/2012 tentang Bangunan Gedung.
Apabila syarat ketentuan teknis maupun administrasi belum terpenuhi, maka tetap dikeluarkan IMB. “Yang mengeluarkan IMB adalah DPMPTSP. Rekomendasi meski ditolak tetap bisa dikeluarkan. Karena keputusan bukan di DPUPKP,” tandasnya. (fat/laz)