JOGJA – Satu orang dan korporasi di Kabupaten Bantul ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kasus perpajakan. Mereka disangka dengan sengaja telah melaporkan omzet usahanya lebih kecil dari yang sebenarnya. Ini berlangsung hampir dua tahun hingga menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp 97 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIJ Katarina Endang Sarwestri mengatakan, penanganan perkara bermula dari jajaran PPNS Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) DIJ yang kemudian diserahkan tahap dua ke Kantor Kejati DIJ. Dua orang tersangka yaitu HP selaku wajib pajak dan telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Satu lagi dari korporasi PJM, di mana HP selaku direkturnya.
“Tersangka HP disangka dengan sengaja telah melaporkan omzet usahanya lebih kecil atau sedikit dari yang seharusnya, sehingga kewajiban perpajakan yang disampaikan melalui SPT menjadi tidak benar,” ungkapnya dalam konferensi pers penyerahan tahap dua tersangka dan barang bukti perkara tindak pidana perpajakan, di Kantor Kejati DIJ, Kamis (22/9).
Katarina menjelaskan, kegiatan tersangka itu dilakukan bulan Januari hingga September 2016. Selanjutnya mulai Oktober 2016 kewajiban perpajakan milik tersangka HP dialihkan menjadi atas nama tersangka PT PJM alias HP selaku direkturnya. Dan omzet yang dilaporkan tetap tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. “Hal ini dilakukan sampai dengan Desember 2017,” ujarnya.
Berdasarkan perhitungan dari ahli Kanwil Pajak, apa yang dilakukan HP dan PT PJM itu telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Untuk perkara HP sekitar lebih dari Rp 50 miliar, sementara perkara PT PJM lebih dari Rp 46 miliar. Sehingga total kerugian kedua perkara itu lebih dari Rp 97 miliar.
“Perkara pajaknya ini sudah kedua kali. Tapi (perkara) korporasi baru sekali ini dan nominalnya ini yang terbesar untuk perkara perpajakan di DIJ,” jelas Katarina.
Perbuatan tersangka menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap disangka melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. “Ancaman sesuai pasal 39 ini minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun (kurungan) dan denda dua kali sampai empat kali lipat,” terangnya.
Dalam kedua berkas perkara ini, aset yang disita untuk pembayaran denda atau pemulihan kerugian negara berupa uang tunai lebih dari Rp 12 miliar. Selain itu juga uang tunai dengan mata uang dollar Amerika sebesar 1.520, Euro 4.645, Yuan China 600, Yen Japan 181.000, Dollar Hongkong 177.320, Win Korea 1.000, dan Franc Swiss 500.
Selain itu ada 16 bidang tanah/bangunan, tas mewah, jam tangan, perhiasan dan kendaraan bermotor berupa mobil Lexus dan sepeda motor Yamaha Xmax. Total nilai penyitaan, termasuk uang tunai, lebih dari Rp 88 miliar. Tersangka hanya dilakukan penahanan kota, tidak dalam kurungan penjara. Ini karena dinilai kooperatif dan ada itikad baik melakukan pengembalian sekitar Rp 88 miliar total aset itu.
“Kami kaji lebih dalam lagi, karena dia sudah beritikad baik dan kooperatif. Semua aset juga sudah disita dan dia masih berkeinginan untuk melunasi dendanya,” tambah kajati.
Sementara untuk perusahaan PT PJM yang bergerak di bidang pemasok bahan baku produk bakpia itu masih diberi kesempatan beroperasi. Ini karena menyangkut suplai bahan baku ke beberapa UMKM dan mempekerjakan tidak sedikit tenaga kerja. Namun, tidak menutup kemungkinan sanksi penutupan bisa dilakukan. “Sanksi korporasi nanti bisa ditutup kalau dia nggak (mampu) bayar (pelunasan denda). Tapi kalau mereka bisa lunas, ya bisa dihentikan perkaranya,” tambahnya.
Wakajati DIJ Witono menambahkan, penegakan hukum ini dalam rangka untuk memberikan efek jera. Agar wajib pajak yang lain tidak juga melakukan hal yang sama. Terlebih, penegakan humum di wilayah DIJ saat ini tengah menjadi konsen. Ditambah dengan kerugian yang hampir Rp 100 miliar ini menjadi perhatian serius.
“Nanti masih terus kita kejar, apabila ada indikasi masih ada aset tersangka yang disembunyikan. Kita terus memburu kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan serupa, karena negara sangat membutuhkan anggaran yang cukup besar,” katanya.
Penanganan perkara bermula dari PPNS Kanwil DJP DIJ, kemudian penanganan dari penyidik Kejati sejak 2021. Pada awalnya bermula dari laporan kemudian dilakukan bukti permulaan. Sebelumnya sudah dilakukan peringatan dan sosialisasi kepada tersangka untuk melunasi denda wajib bayar yang tidak terbayarkan. Namun, wajib pajak bersikeras enggan melakukannya.
“Sehingga oleh PPNS Kanwil DJP (diserahkan ke Kejati) dan sampai hari ini kami nyatakan lengkap. Dan tahap dua penyerahan tersangka dan barang bukti,” ujarnya.
Barang bukti ini masih dilakukan penyitaan dan akan dilakukan lelang jika sudah ada putusan pengadilan. Hasil lelang aset yang disita akan masuk ke kas negara. “Secepatnya kita limpahkan perkaranya ke Pengadilan Negeri Bantul,” tambahnya. (wia/laz)