JOGJA – Jogja Corruption Watch (JCW) mendorong tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengajukan tiga tersangka penerima suap izin mendirikan bangungan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton ke pengadilan. Ini mengingat para tersangka sudah ditahan sejak Juni 2022 tapi belum ada tanda-tanda bakal diadili.
Kasus suap IMB ini menyeret mantan Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti (HS) dan sekretaris pribadinya Triyanto Budi Yuwono, serta Kepala DPMPTSP Kota Jogja Nur Widi Hartana. “Jangan sampai ketiga tersangka dibebaskan dari Rutan KPK demi hukum, karena masa tahanan habis dan tidak bisa diperpanjang,” ujar Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW Baharuddin Kamba kepada Radar Jogja Kamis (29/9).
Kamba membeber, pembebasan demi hukum pernah dilakukan oleh KPK pada Oktober 2020 silam. Saat itu Herry Nurhayat keluar dari tahanan karena masa penahanan berdasar penetapan penahanan oleh majelis hakim telah habis. Hal ini dikhawatirkan juga terjadi pada HS dan kawan-kawan. “Jika nanti dibebaskan dari rutan KPK demi hukum, dikhawatirkan akan dapat mempengaruhi orang-orang yang dijadikan saksi di persidangan,” ujarnya.
Kamba lalu membuka catatannya lagi, HS dan kawan-kawan ditangkap pada 2 Juni 2022. Lantas ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah itu pada 3 Juni. “Dandan Jaya Kartika (terdakwa pemberi suap IMB Apartemen Royal Kedhaton, Red) ditahan sejak 22 Juli 2022. Namun untuk Dandan, berkas perkaranya telah masuk tahap persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi,” katanya.
Kendati begitu, Kamba menduga KPK tengah melakukan penyidikan terhadap adanya kemungkinan kasus suap lain yang diterima HS cs. Dia pun menemukan satu lagi perizinan yang diduga bermasalah. Bangunan yang berlokasi di Jalan Gayam 28 RT 03/RW 01, Baciro, Gondokusuman, Kota Jogja, itu memiliki IMB dengan nomor 233/IMB/GK/2021 tanggal 31 Mei 2021.
“Sedang proses pengerjaan, tertulis fungsi bangunan sebagai hunian atau pondokan. Luas tanah 550 meter persegi, luas bangunan 1.223 meter persegi. Jumlah lantai tidak ditulis (kosong), dan jumlah basement tidak ditulis (kosong),” ucapnya.
Seorang warga yang namanya enggan dikorankan menyebut, pembangunan telah dilakukan sejak tiga tahun lalu. Perempuan 81 tahun itu menyebut, pemilik pernah meminta izin untuk mendirikan bangunan. “Bilang mau untuk kos dua lantai. Sudah tiga tahun lalu. Tahunya sampai segitu (yang diketahuinya empat lantai, Red). Orangnya nggak pernah ketemu,” sebutnya.
Perempuan ini kemudian menyebut, bagian bawah bangunan juga dilakukan pengerukan. Dalam pengetahuannya, pemilik bangunan membuat basement. “Ya, terganggu tiap saat. Kotor. Tapi mau bagaimana, yang punya nggak pernah datang. Yang punya orang Jakarta, polisi. Pernah anaknya ke sini bilang, ibu rumahnya dijual saja. Edan,” ketusnya. (fat/laz)