JOGJA– Anggota Badan Anggaran DPRD DIJ Arif Setiadi mengingatkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) DIJ Wiyos Santoso agar tidak melemparkan opini Tja Eddy Susanto rugi gara-gara menyewa Mal Malioboro dan Hotel Ibis. Masa sewa berlangsung selama setahun sebesar Rp 7,65 miliar.
Tja Eddy merupakan direktur utama PT Setia Mataram Tritunggal (SMT). Badan hukum PT SMT diketahui belum genap dua minggu saat Tja Eddy menandatangani kontak sebagai pengelola Mal Malioboro Mal dan Hotel Ibis.
“Jangan membuat opini seperti itu. Soal rugi atau untung yang dialami pihak ketiga dalam hal ini Tja Eddy sebagai penyewa bukan kapasitas kepala BPKA memberikan pandangan,” pinta Arif di sela rapat kerja membahas RAPBD TA 2023 di Komisi C DPRD DIJ Rabu (5/10).
Permintaan Arif itu disampaikan menanggapi keterangan Wiyos ketika menghadiri rapat kerja dengan Komisi B DPRD DIJ pada Selasa (4/10). Wiyos menjelaskan, uang sewa Mal Malioboro dan Hotel Ibis telah dibayar Tja Eddy dua hari sebelum kontrak ditandatangani. Uang ditransfer ke kas daerah. Totalnya sebesar Rp 13 miliar.
Selain ke kas pemprov, uang Rp 5,35 miliar diberikan Tja Eddy kepada PT Anindya Mitra Internasional (AMI), salah satu BUMD milik pemprov. Sebagian tanah dan bangunan di Mal Malioboro dimiliki PT AMI. Statusnya merupakan aset daerah yang telah dipisahkan dari pemprov.
Wiyos berani menyebutkan PT SMT tidak akan untung. Di antaranya, masa sewa hanya setahun. Kemudian sebagian aset seperti hotel sampai sekarang masih tutup. Belum beroperasi. Padahal saat ini sudah hampir sebulan kontrak berjalan.
Menanggapi itu, Arif meminta agar Wiyos tidak hanya melihat masa sewa Mal Malioboro dan Hotel Ibis selama satu tahun saja. Tapi, pascasetahun ke depan. Dia yakin, Tjia Eddy akan kembali mengajukan permohonan sebagai pihak yang mengelola Mal Malioboro dan Hotel Ibis. Masa kerja sama akan lebih panjang.
Tidak lagi hanya setahun. Apalagi Wiyos beberapa kali mengatakan, pola kerja sama ke depan bukan sewa. Tapi, kerja sama pemanfaatan (KSP). Masa waktunya bisa sampai 30 tahun. Arif memprediksi Tja Eddy melalui bendera PT SMT akan lebih siap sebagai pengelola. Kiprahnya menjadi lebih maju.
“PT SMT akan disebut lebih berpengalaman,” katanya. Dengan mengelola selama tiga dasawarsa, Arif sudah menghitung Tja Eddy bakal lebih diuntungkan. Posisi ini ditambah dengan jam terbang mengelola pusat perbelanjaan dan sejumlah hotel berbintang.
Dari lacakan wakil ketua Fraksi PAN ini, Tja Eddy termasuk bertangan dingin. Pengusaha kelahiran Wonosobo 3 Juni 1957 itu sekarang tercatat mengelola Hotel Royal Ambarrukmo, Hotel Porta dan Plaza Ambarrukmo. “Tentu pengalaman itu menjadi modal Tja Eddy bersedia mengambil alih pengelolaan Mal Malioboro dan Hotel Ibis dari PT Yogyakarta Indah Sejahtera (YIS),” bebernya.
Arif juga berencana mempertanyakan lain-lain pendapatan asli daerah (PAD) yang diproyeksikan BPKA DIJ pada APBD TA 2023. Sampai sekarang masih tercatat Rp 8,3 miliar. Dengan adanya sewa dari PT SMT atas Mal Malioboro dan Hotel Ibis ada tambahan sekitar Rp 4 miliar yang belum masuk dalam rencana pendapatan. “Ini mengindikasikan lemahnya perencanaan. Tambahan pendapatan dari Mal Malioboro dan Hotel Ibis tidak diantisipasi dari awal,” sentilnya.
Sedangkan Anggota Komisi B Danang Wahyu Broto meminta agar pemprov tidak mengulang kejadian meninggalkan dewan saat membahas rencana pendapatan dari pengelolaan Mal Malioboro dan Hotel Ibis. Diingatkan, keduanya merupakan aset daerah. Karena itu target pendapatan harus dibahas dari awal bersama dewan.
“Kalaupun dalam kontrak dengan pihak ketiga tidak memerlukan persetujuan dewan, pembahasan mengenai nilai pendapatan tetap harus dibicarakan bersama DPRD. Tidak bisa tidak,” tegasnya. (kus)