JOGJA– Sidang lanjutan perkara korupsi RSUD Wonosari kembali mengungkap adanya aliran dana ke aparat penegak hukum (APH). Kali ini menyenggol jajaran Polda DIJ yang menyidik perkara tersebut. Nilainya lebih dari setengah miliar rupiah.
“Apa harus saya sampaikan di sini. Untuk polda Rp 625 juta dan kejati Rp 150 juta,” beber Isti Indiyani di depan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja, Rabu (11/10).
Mantan direktur RSUD Wonosari itu awalnya ragu-ragu mengungkapkan fakta tersebut. Dia sempat bertanya ulang kepada tim penasihat hukumnya dari Kantor Advokat Budi Wijaya Hamdi SH. Di depan majelis hakim Isti meminta persetujuan pengacaranya. Setelah ada sinyal untuk dibuka, dia kemudian mengungkapkan semua fakta tersebut.
Meski kliennya telah membuka fakta itu, tim penasihat hukumnya justru banyak diam. Tidak mengejar lebih lanjut ke mana saja aliran dana tersebut diberikan. Baik yang di kepolisian maupun kejaksaan.
Termasuk pihak-pihak mana saja yang kecipratan duit tersebut. Isti justru bercerita asal usul uang mencapai Rp 775 juta. “Itu dari penjualan aset milik suami saya. Ditambah gotong royong dari keluarga,” tuturnya.
“Nyanyian” itu disampaikan Isti di depan majelis hakim yang diketuai Nasrulloh SH dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Selain aliran dana ke polda, dalam sidang sebelumnya juga terungkap adanya dana Rp 200 juta yang diterima Jaksa Kejati DIJ Asep Saiful Bachri dan Rp 270 juta kepada Kepala Seksi Intelejen Kejari Wonosari Sumono.
Terungkapnya aliran dana ke sejumlah APH di persidangan itu sempat mendapatkan atensi salah satu Anggota Majelis Hakim Rudi SH. Dia menganggap ada peristiwa hukum yang hilang dalam perkara tersebut. Gara-garanya mereka yang disebut-sebut menerima uang tak pernah diperiksa. “Tidak ikut dijadikan saksi,” ucap Rudi.
Hakim Adhoc PN Tipikor itu juga mengkritik sikap Isti yang begitu saja mengikuti permintaan jaksa dari Kejati DIJ agar uang uang jasa pelayanan medis dokter laborat RSUD Wonosari dikembalikan. Pengembalian dilakukan untuk tahun anggaran (TA) 2009, 2010, 2011 dan TA 2012. Permintaan agar uang jasa medis itu ditarik kembali terjadi pada 2015. Beberapa tahun setelah uang diterima sejumlah dokter. Totalnya terkumpul Rp 488 juta.
Hakim Rudi kesediaan mengumpulkan uang itu sebagai hal ganjil. Pertimbangannya uang jasa layanan medis itu merupakan penerimaan yang sah dan resmi. Hak dokter di RSUD Wonosari menerimanya. Dasar penerimaan itu ada dalam dokumen pelaksanaaan anggaran (DPA) APBD Kabupaten Gunungkidul.
“Sepanjang tidak menjadi temuan. Dianggap benar,” tegas Rudi. Hingga perkara tersebut diajukan ke pengadilan, tidak ada lembaga pemeriksa yang menjadikan temuan. Juga tak ada perintah mengembalikan. Karena itu, Rudi merasa heran dengan sikap Isti.
Dia juga tak bisa menerima alasan terdakwa pemberian uang ke jaksa di Kejari Wonosari agar pemeriksaan di RSUD Wonosari tidak berlanjut. “Tidak berlanjut apanya. Hubungan cinta atau hubungan gelap. Kalau tidak berlanjut itu bentunya harus SP3 (surat perintah penghentian penyidikan, Red),” kata Rudi memberikan nasihat.
Hakim Rudi juga merasa aneh dengan kesediaan Isti mengembalikan uang Rp 200 juta ke penyidik Polda DIJ. Statusnya sebagai uang titipan. Mendengar itu, lagi-lagi Rudi mengingatkan perkara tersebut belum diputus pengadilan. Belum ada putusan yang menyatakan ada kerugian keuangan negara.
“Di sini kita semua menggunakan praduga tak bersalah. Kok bisa dititipkan. Di sini belum ada putusan,” ingat Rudi dengan nada tinggi.
Sedangkan anggota majelis hakim lainnya Agus Setiawan SH mempertanyakan tata cara pengembalian uang jasa pelayanan medis dokter laborat. Isti mengatakan karena tidak pernah menjadi temuan dan rekomendasu aparat pemeriksa seperti BPK, pihaknya kesulitan menyetor uang itu ke kas daerah.
Isti juga menyesalkan tindakan auditor BPKP Perwakilan DIJ yang menghitung nilai kerugian negara hanya berdasarkan kronologis dari penyidik Polda DIJ. Tim auditor BPKP diketahui tidak turun langsung ke lapangan.
Usai memeriksa terdakwa, majelis hakim sempat menanyakan kepada tim penasihat hukum Isti rencana mengajukan saksi meringankan dan ahli. Awalnya ada dua saksi meringankan .
Namun dalam sidang itu, tim penasihat hukum memutuskan tidak mengajukan saksi meringankan maupun ahli. Ketua Majelis Hakim Nasurulloh SH kemudian memutuskan agenda sidang pekan depan adalah pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU)