JOGJA – Selain digunakan oleh para gamers, tren baru yang saat ini digandrungi adalah social VR. Konsepnya seperti bermain media sosial lainnya. Namun perbedaannya, social VR tidak mencantumkan foto. Melainkan avatar, untuk memberikan kesan lebih nyata.
Dosen Informatika Universitas Teknologi Digital Indonesia (UTDI) Jogjakarta Pius Dian Widi Anggoro mengatakan, social VR jenis ini merupakan bentuk lain dari VR yang sudah ada. Dia mencontohkan, seperti adanya aplikasi TikTok dan media sosial lainnya.
Melaui social VR ini, pengguna bisa berkomunikasi dengan pengguna lain di tempat yang berbeda. Namun dalam satu tempat virtual. Penggunaan avatar berbentuk tiga dimensi, membuat obrolan antara pengguna semakin terasa nyata. “Di dunia virtual kita bisa jadi rame, banyak ngobrol,” ungkapnya kemarin (14/10).
Menurutnya, konsep VR secara sederhana adalah seperti layar yang didekatkan. Biasanya ada semacam lensa cembung untuk melihat objek secara jelas. Kemudian ada sensor di dalamnya. Sehingga apabila pengguna melihat kanan dan kiri, maka seolah-olah ada di tempat lain. “Sebagian orang pusing. Jadi cyber sickness, mual kalau pakai VR. Karena kita memanipulasi mata tapi badan kita nggak ngapa-ngapain,” bebernya.
Sebelumnya, kata Pius, VR games muncul karena Facebook mengeluarkan istilah metaverse. Warga Berbah Sleman ini pun mengaku sudah mempelajari konsep VR sejak 2014. “Waktu itu karena kompetensi komputer grafik jadi ke arah sana,” ujarnya.
Sementara itu, kisaran harga VR berbeda. Dibanderol dari Rp7 juta sampai Rp 8 juta untuk kualitas medium. Sedangkan VR profesional, harganya bisa sampai puluhan juta. Meski begitu, ada juga VR box yang dipakai untuk alat tambahan pada gadget. Harganya jauh lebih murah, sekitar Rp 30 ribu sampai Rp 100 ribu. (lan/eno)