RADAR JOGJA – Dinamika politik jelang pemilu 2024 mulai menghangat. Termasuk untuk pencalonan calon presiden. Tapi warga Jogja mengingatkan untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu. Yaitu dengan kampanye yang membawa politik identitas dan politisi agama.
Itu disuarakan oleh Aliansi Rakyat Anti Politik Identitas (Sikatlindas) dengan menggelar aksi damai di kawasan Titik Nol Kilometer Jogja, Rabu (16/11). Dalam aksinya, mereka menyerukan kepada masyarakat DIJ agar mewaspadai munculnya kelompok-kelompok pendukung Calon Presiden (Capres) yang hendak memecah belah persatuan bangsa dengan politik identitas.
Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Sikatlindas, Agung Budayawan mengatakan, meskipun Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) digelar pada tahun 2024, namun suhu politik saat ini sudah mulai memanas. Nama Capres yang diusung Partai Politik dan banyak kelompok yang mendeklarasikan dukungan kepada Capres sudah muncul. “Namun di sisi lain, politisasi agama juga mulai mencuat. Proses politik yang menghalalkan segala cara seperti itu berpeluang merobek persatuan anak-anak bangsa yang berdampak menjadi konflik sosial,” kata Agung dalam orasinya.
Agung menjelaskan, Sikatlindas bukanlah pendukung dari salah satu Capres. Namun demikian, tidak menginginkan dalam momentum Pilpres mendatang ada politik identitas.
Ia mengingatkan, politisasi agama dan politik identitas yang mewarnai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 silam menjadi pelajaran agar jangan sampai terulang dalam Pilpres 2024 mendatang.
Pilkada Jakarta, kata Agung, merupakan pengalaman yang sangat gamblang menunjukkan bagaimana obsesi kekuasaan mengorbankan persatuan masyarakat. Terbelahnya masyarakat Ibu kota dengan penyebaran propaganda hitam menggunakan agama dan politik identitas sebagai cara merebut dukungan, bukanlah cara terpuji. “Politik identitas bukan saja mengadu rakyat tetapi juga merendahkan nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan bangsa,” ucapnya.
Agung membeberkan, saat ini para politisi telah memulai bergerak membuat pemanasan mesin politik sebagai upaya pembuka untuk kontestasi pemilu 2024.
Menurutnya masyarakat Yogyakarta telah melihat ada upaya dari berbagai pihak untuk menggunakan gaya yang dilakukan dalam Pilkada Jakarta pada tahun 2017 untuk pertarungan Pilpres 2024.“Kami menolak politisasi agama untuk kepentingan politik kekuasaan. Politik yang mengembangkan propaganda keagamaan sempit sebagai jalan untuk meraih kekuasaan berpeluang merusak sendi-sendi kebangsaan, menyulut konflik sosial dan bahkan berpotensi mengganti idiologi bangsa ini,” seru Agung.
Dalam pernyataan sikapnya, Sikatlindas juga mendorong para politisi untuk mengedapankan nilai kebangsaan, Bhinneka Tunggal Ika, dan kerakyatan dalam menyusun agenda-agenda politiknya.
Masa Sikatlindas juga meminta kepolisian agar meningkatkan pengamanan di kota Jogja untuk mengantisipasi masuknya isu dan propaganda politik identitas, terutama politisasi agama.
Aksi yang elibatkan Bregodo (prajurit kraton) Pasembojo Kemantren Jetis yang mengenakan busana adat jawa lengkap dan berlangsung di tengah hujan lebat, menarik perhatian pengguna jalan yang melintas titik nol km Kota Jogja.
Kendati hujan lebat, masa aksi tetap melangsungkan mimbar bebas di atas mobil komando dan membentangkan berbagai poster dan yang bertuliskan kutipan pernyataan sikap. Puluhan Anggota Polresta Jogja juga tampak mengamankan jalannya aksi. (pra)