JOGJA – Kundha Kabudayan atau Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY kembali menggelar focus group discussion (FGD) kajian profil Kebudayaan DIY. Termasuk di antaranya terkait sejarah perjalanan Disbud DIY selama ini dalam kiprahnya dan apa yang sudah dirasakan dampaknya oleh masyarakat.
Dalam FGD kajian profil kebudayaan DIY kedua yang digelar di Hotel Royal Dharmo Jogja, Rabu (14/12), ini mengundang 60 tokoh budayawan, seniman hingga perwakilan dari wartawan yang selama ini sudah berinteraksi dengan Disbud DIY. Setiap peserta yang hadir diminta untuk memaparkan pengalamannya ketika menjalin relasi dengan Disbud DIY. Khususnya dalam bidang kebudayaan. “Hasil FGD ini nantinya akan diwujudkan dalam bentuk buku,” kata Kepala Seksi Sejarah, Bidang Premeliharaan dan Pengembangan Sejarah, Bahasa, Sastra, dan Permuseuman, Disbud DIY I Gede Adi Atmaja.
Sebagai keynote speaker adalah Kepala Disbud DIY Dian Lakhsmi Pratiwi. Hadir pula para narasumber, seperti Prijo Mustiko, hadir pula Charis Zubair, Indra Tranggono, Ki Sumaryono, Godod Sutejo, Nano Asmorodono hingga Nasirun. Ada beberapa hal yang diperbincangkan dalam FGD kali ini. Mulai dari seni, budaya hingga sejarah perjalanan Disbud DIY selama ini. Para peserta sengaja dipilih yang selama ini sudah berinteraksi langsung dengan Disbud DIY. Sehingga diharapkan dapat memperoleh masukan maupun kritik dari kerja sama yang sudah terjalin selama ini. “Termasuk output-nya, yaitu dampak dan manfaat kegiatan yang dilakukan Disbud DIY selama ini ke masyarakat,” jelas Gede.
Kajian juga dilakukan dengan melakukan kliping pemberitaan kegiatan Disbud DIY sejak awal hingga saat ini. Hal itu dilakukan juga dengan menggelar FGD kajian profil kebudayaan DIY yang perdana. Dengan mengundang para mantan karyawan Disbud DIY. Gede menyebut, selain sebagai sarana silaturahmi juga untuk meminta saran dan masukan dari para mantan karyawan Disbud DIY. Termasuk pengalaman mereka selama bekerja di Disbud DIY. “Hasil dari para mantan karyawan ini nantinya akan digabung dengan penyampaian dari para budayawan, seniman hingga sejarawan,” kata dia.
Sedang Kepala Disbud DIY Dian Lakhsmi Pratiwi dalam paparannya menyebut, FGD imi untuk melihat gerak kebudayaan DIY lewat pengetahuan bersama. Juga menggali sejarah dibentuknya Disbud DIY sejak Pemda DIY meng-handle kebudayaan secara regulasi. Termasuk untuk menjawab, sejak kapan kebudayaan menjadi concern sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Sultan Hamengku Buwono X, sehingga memunculkan Dinas Kebudayaan. “Tujuannya melacak cita-cita dan mengenang jasa pendahulu. Kebudayaan di DIY organik, tanpa di-push pemerintah masyarakat sudah gerak. Kami hanya menguatkan,” ungkapnya. (*/pra)