PURWOREJO – Salah satu pemicu bencana longsor yang terjadi di wilayah Kabupaten Purworejo yakni alih fungsi lahan. Banyak wilayah yang menjadi pemukiman sehingga pohon pengikat air semakin minim, tidak hanya longsor tetapi juga memicu banjir di wilayah selatan.
Yuli menyebut, Purworejo memiliki wilayah yang lengkap, dataran rendah dan laut di selatan dan dataran tinggi di utara. Kondisi ini membuat potensi bencana di Purworejo terbilang cukup lengkap. “Alih fungsi lahan memperparah keadaan,” ucap Wakil Bupati Purworejo Yuli Hastuti saat melakukan gerakan penanaman pohon dalam rangka Gerakan Nasional Pemulihan Daerah Aliran Sungai (GNPDAS) dan Bulan Menanam Pohon Nasional (BMPN) di Desa Samping Kecamatan Kemiri, Kamis (15/12).
Ikut hadir dalam kegiatan itu Anggota DPRD Purworejo Komisi I Dwi Hartati beserta Forkopimcam Kemiri beserta jajarannya. “GNPDAS sudah dicanangkan sejak 2018, penanaman pohon selalu dilakukan dalam Hari Menanam Pohon Indonesia dengan perspektif yang lebih luas, yaitu pemulihan lahan kritis di hulu DAS,” katanya.
Yuli berharapan, Desa Samping dengan segala potensi yang dimiliki bisa dikembangkan melalui Kelompok Tani (Klomtan) Adi Luwih Desa Samping dan sudah berhasil berkembang maju, mandiri dan inovatif. “Saya berharap, Klomtan Adi Luwih mampu menjaga dan merawat semua bibit tanaman Enau (Aren) yang diberikan,” harapnya.
Septa Budi, warga Kecamatan Bagelen mengungkapkan, proses penanaman pohon kembali atau reboisasi dewasa ini memang sangat dibutuhkan, mengingat bencana longsor dan banjir semakin kerap terjadi. Alih fungsi lahan dan juga penebangan pohon yang tidak terukur menyebabkan dua bencana (banjir dan longsor) menjadi ancaman nyata di depan mata. “Kalau orang dulu, ketika menebang pohon disusul dengan menanam bibit, tetapi sekarang kebiasaan itu mulai luntur, hanya tahu menebang tetapi tidak ada upaya untuk melakukan penanaman kembali, ini yang perlu digalakkan kembali,” ungkapnya. (tom/pra)