RADAR MAGELANG – Dalam sepekan, Polresta Sleman menemukan dua kasus prostitusi online. Mirisnya, satu kasus melibatkan anak di bawah umur. Motifnya sama, yakni mencari keuntungan.
Kasus pertama terjadi pada 28 Maret 2023 lalu. Anggota Opsnal Polresta Sleman mendapatkan laporan masyarakat adanya prostitusi online melalui aplikasi Michat di Amazone Green II Condongcatur, Depok, Sleman. Aplikasi tersebut oleh sebuah akun digunakan untuk menawarkan open booking out (BO). Sehingga hal ini meresahkan warga.
Kemudian setelah dilakukan penyelidikan, tim opsnal mendatangi lokasi yang digunakan untuk praktik prostitusi sekitar pukul 21.00. Hingga didapati perempuan inisial VMR, 17, dan dua pria inisial S, 22, dan BSM, 19, masing-masing warga Condongcatur, Depok, Sleman berada di lokasi tersebut. VMR sebagai objek prostitusi, Sedangkan S dan BSM berperan sebagai operator aplikasi MiChat. Ketiganya berada di dalam kamar diduga sedang menunggu pelanggan.
“Saat dimintai keterangan yang bersangkutan sebagai operator prostitusi melalui aplikasi MiChat itu. Selanjutnya diamankan ke Polresta Sleman,” ungkap Kapolresta Sleman AKBP Yuswanto Ardi dalam konferensi pers di Mapolresta Sleman kemarin (17/4).
Open BO tersebut dipatok dengan tarif Rp 500 ribu atau dengan penawaran minimalnya Rp 250 ribu. Sementera S dan BSM mendapatkan keuntungan dari praktik itu Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu sekali main. Motif VMR melakukan prostitusi tersebut untuk mendapatkan keuntungan, mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Adapun ancaman hukuman sebagaimana tertuang dalam Pasal 76 i UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tentang tindak pidana setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap anak. Sehingga tersangka S dan BSM terancam hukuman pidana penjara maksimal 10 tahun.
Selanjutnya, pada kasus kedua terjadi di Hotel A Jalan Kaliurang Manggung, Caturtunggal, Depok. Setelah mendapatkan laporan masyarakat adanya prostitusi online melalui aplikasi MiChat pada 31 Maret, berikutnya dilakukan penggerebekan ke tempat kejadian perkara (TKP). Saat itu, pelapor sekaligus seorang saksi berinisial AS melakukan pengecekan ke hotel tersebut. Didapati perempuan inisial IAC usai melakukan hubungan intim dengan saksi RAS.
Dari saksi RAS, kemudian dikembangkan lagi. RAS mengaku berhubungan dengan IAC, membayar tarif Rp 250 ribu. Prostitusi ini, lanjut Yuswanto, diperantarai oleh tersangka DR. Pria 23 tahun asal Tangerang Selatan, Banten.
Selanjutnya DR diamankan bersama tersangka L yang perannya sama pada 1 April. Menggunakan aplikasi MiChat untuk mencari tamu dan melakukan transaksi. Sama dengan kasus pertama, DR dan L mendapatkan komisi masing-masing Rp 50 ribu jika berhasil mendapatkan pelanggan dengan tarif open BO sebesar.
“Dalam kasus ini karena objeknya dewasa, tersangka dikenakan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal satu tahun. Lain halnya kasus (prostitusi, Red) yang objeknya anak maka ancaman pidananya lebih tinggi maksimal 10 tahun,” beber Ardi.
Tersangka kasus pertama S mengaku, melakukan aksi tersebut lantaran diajak oleh objek (VMR). “Tidak ada paksaan, hanya diajak,” kata S pelan.
Tersangka kasus kedua DR menyebut, dalam sehari transaksi dapat dilakukan 2-3 kali. Objeknya hanya IAC. “Tidak ada paksaan. IAC yang menawarkan duluan,” ungkap DR. (mel/eno/sat)