Neutron Yogyakarta

Fasilitasi Salat Id untuk Dua Hari

Fasilitasi Salat Id untuk Dua Hari
Ketua RT 3 Ganjuran, Condongcatur Purnomo Putro.(RIZKY WAHYU/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – Masyarakat Ganjuran, Condongcatur sepakat untuk menggelar salat Idul Fitri (Id) dua hari berturut-turut. Yakni pada Jumat (21/4) dan Sabtu (22/4), bertempat di Lapangan Ganjuran. Langkah ini ditempuh sebagai wujud toleransi.

“Dengan diadakan dua kali, supaya kita bisa bertoleransi dengan penentuan salat Id yang berbeda hari itu,” beber ketua panitia sekaligus Ketua RT 3 Ganjuran, Condongcatur Purnomo Putro kemarin (19/4).

Dia berharap, langkah ini membuat masyarakat tetap rukun dan kompak. Selain itu, salat Id boleh diikuti oleh warga luar Ganjuran. “Dulu ketika ada perbedaan seperti ini masyarakat kampung sering ada yang bingung mencari tempat untuk salat Id,” sambungnya.

Sementara itu, Sri, warga RT 1 Ganjuran mengaku tidak keberatan dengan adanya salat Id yang akan digelar dua hari berturut-turut. Sebab, pernah ada masyarakat yang bingung mencari tempat salat saat perayaan Hari Raya Idul Fitri tidak diselenggarakan secara serentak. “Dulu ada tetangga saya yang bingung cari tempat karena beda hari salatnya,” sebutnya.

Terpisah, Kepala Kantor Kemenag Bantul Ahmad Ahmad Shidqi mengatakan, perbedaan penentuan 1 Syawal 1444 Hijriah merupakan hal yang harus dihormati satu sama lain. Sehingga tidak perlu ada permasalahan atau konflik terkait dengan perbedaan tersebut.

“Namanya perbedaan sunatullah, kami akan tetap memfasilitasi tempat salat Idul Fitri meskipun berbeda dengan pemerintah,” ujar Gus Asid, sapaan akrabnya, kepada wartawan.

Sebagaimana diketahui, lembaga keagamaan Muhammadiyah telah memutuskan bahwa 1 Syawal 1444 Hijriah akan jatuh pada hari Jumat (21/4). Sementara pemerintah pusat baru akan melakukan sidang isbat pada 20 April 2023 sehingga kemungkinan 1 Syawal 1444 Hijriah bertepatan pada Sabtu (22/4).

Adanya perbedaan tersebut, menurut Gusa Asid, karena pemerintah menggunakan metode rukyat atau pengamatan hilal dalam menentukan awal bulan baru. Sementara Muhammadiyah menggunakan metode hisab.
Metode hisab dan metode rukyat atau pengamatan langsung hilal memang memiliki landasan hukum masing-masing. Sehingga dia berharap masyarakat bisa saling menghormati dan menghargai keputusan yang sudah ditentukan oleh masing-masing lembaga. “Terhadap perbedaan namanya perbedaan bagian dari hukum, kami imbau agar saling menghormati” pintanya. (cr2/inu/eno/sat)

Lainnya

Exit mobile version