RADAR MAGELANG – Kereta Commuter Indonesia (KCI) jalur Jogja-Solo belum mengimplementasikan gerbong khusus perempuan. Salah satu alasannya, mayoritas penggunanya adalah laki-laki, sekitar 65 persen. Selain itu, kebanyakan penumpang merupakan warga lokal yang diklaim memiliki kearifan budaya. VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengatakan, kondisi commuter Jogja-Solo sangat kondusif. Kendati terdapat masukan terkait pro-kontra keberadaan gerbong khusus perempuan. “Jadi gerbong commuter perempuan untuk Jogja-Solo belum kami implementasikan,” ujarnya kepada Radar Jogja.
Anne menjelaskan, fungsi utama keberadaan gerbong khusus adalah menekan terjadinya pelecehan terhadap perempuan. Namun ditekankan, pelecehan bukan hanya perempuan. Laki-laki pun bisa menjadi korban. “Maka yang lebih penting adalah edukasi,” tegasnya.
Oleh sebab itu, KCI terus melakukan kampanye. Terkait keamanan dan kenyamanan saat menggunakan layanan commuter. Sebab, tidak hanya melindungi penumpang perempuan, tapi juga laki-laki, anak-anak, lansia, dan difabel. Ini yang terus dikomunikasikan dengan pengguna. “Jadi membangun kepedulian,” ucapnya.
Dalam upaya membangun kepedulian, KCI juga menyediakan layanan aduan 24 jam. Aduan dapat dilayangkan melalui sosial media di @commuterline. Penumpang juga bisa menghubungi 0821121 jika menemukan atau mengalami kejadian. Sebetulnya bukan hanya pelecehan yaa tapi tindakan lain. Mulai dari ketinggalan atau kehilangan barang. “Jadi layanan seperti itu pasti akan kami komunikasikan baik pada pengguna dan komunitas,” ujarnya.
Salah satu pengguna KCI adalah Rima Nur Afifah. Dia mengaku layanan commuter cukup terjangkau. Namun harus berebut kursi saat memasuki gerbong. “Naik jadi gembruduk, kalau nggak cepat jadi nggak dapat kursi,” sebutnya.
Rima juga menyesalkan penumpang laki-laki yang tidak mau mengalah. Rata-rata, pria yang mendapat bangku justru bersikap acuh. “Ada yang pura-pura main HP atau tidur,” kesalnya.
Penumpang commuter line Jogja-Solo lainnya, adalah Omi. Pemuda yang bekerja di Jogja ini melakukan perjalanan dari Solo. Dia merasa termudahkan dengan adanya commuter. Terlebih, harga tiket yang menurutnya terjangkau. “Mungkin yang kurang bangkunya, tapi semua commuter kayaknya memang begitu. Lebih banyak yang berdiri daripada bangkunya kan” tandasnya. (fat/din/sat)