Neutron Yogyakarta

Tuntut Kenaikan Upah Minimum DIJ

Tuntut Kenaikan Upah Minimum DIJ
PERSUASIF: Polisi meminta sejumlah aktivis mahasiswa untuk menggelar aksi Hari Buruh Internasional atau May Day di tepi jalan agar tidak menimbulkan kemacetan di kawasan Titik Nol Kilometer Jogja, kemarin (1/5). Dalam aksinya mereka meminta pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para buruh.(GUNTUR AGA TIRTANA/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – Massa yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Jogjakarta (MPBI DIJ) memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, kemarin (1/5). Aksi ini juga diikuti para mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Jogjakarta. Mereka melakukan long march dari Tugu Pal Putih, lalu melewati Area Parkir Abu Bakar Ali dan berakhir di Titik Nol Kilometer Jogjakarta.

Dalam aksi ini, mereka menyerukan sejumlah tuntutan. Antara lain, tuntutan untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional. Mereka juga menolak Permenaker No 5/ 2023. “Kami juga menuntut kenaikan upah minimum DIJ sebesar 50 persen,” jelas Irsad Ade Irawan, salah satu perwakilan MPBI DIJ.

Menurutnya, upah minimum yang ada di Jogja saat ini belum bisa dikategorikan baik untuk dapat memenuhi kriteria dan kebutuhan hidup layak di Jogjakarta. Tuntutannya, upah tersebut dinaikkan 50 persen. Jadi upah yang akan diterima berkisar antara Rp 3,5 Juta hingga Rp 4 Juta.”Itu hal yang sedang kami semua upayakan,” tandasnya.

Menurutnya, sejumlah aturan dan undang-undang yang ada dianggapnya justru tidak mensejahterakan bagi para kaum buruh. Banyak aturan yang tidak memihak kaum buruh. Mulai dari aturan jam kerja lembur, kebijakan terkait Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) dan hak pesangon, hingga soal hak untuk cuti bagi para buruh.”Banyak persoalan yang belum menyejahterakan buruh,”tegas Irsad.

MPBI DIJ juga menyoroti problem – problem ketenagakerjaan yang sangat memprihatinkan. Seperti misalnya sistem kerja kontrak dan outsourcing (alih daya), pesangon yang diperkecil, hak – hak maternitas, sistem pengupahan, dan jam kerja. Masalah ketenagakerjaan ini dibarengi pula dengan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, serta ancaman tuna wisma yang membuat kehidupan pekerja atau buruh semakin terpuruk.(cr1/din/sat)

Lainnya

Exit mobile version