Neutron Yogyakarta

Isu Kekerasan Seksual dalam Karya Seni

Isu Kekerasan Seksual dalam Karya Seni
ANGKAT FENOMA MASYARAKAT: Pengunjung tengah menyaksikan foto pameran seni visual bertema Pangarsa-arsa Paramarta. Sebanyak sembilan seniman memamerkan karyanya. Pameran tersebut memiliki tujuan menyadarkan masyarakat akan pentingnya isu kekerasan seksual.(RIZKY WAHYU/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – Pameran seni visual bertema Pangarsa-arsa Paramarta hadir guna mengkritisi tatanan masyarakat patriarki. Serta menanamkam kesadaran pada ruang publik akan pentingnya isu kekerasan seksual.

Pameran ini menjadi wadah untuk menyuarakan harapan keadilan bagi para penyintas kekerasan seksual. Dalam pameran tersebut terdapat sembilan perupa yang turut serta untuk memperjuangkan inklusivitas pada ruang pamer tersebut.

Salah seorang seniman yang turut berpartisipasi dalam pameran tersebut Laviaminora mengatakan, bahwa dalam pameran ini mencoba untuk membuka mata khalayak umum. Bahwa dalam lingkup dunia pendidikan sekolah atau kampus ataupun madrasah, dan lain-lain masih marak kekerasan seksual yang dibungkus dengan nama besar institusi dan kuasa seorang pendidik atau senior yang melakukannya.

“Oleh karena itu, karya interaktif ini saya harap bisa menjadi media agar kesadaran itu semakin menyebar luas,” ujarnya saat ditemui oleh Radar Jogja di Indieart House, Kasihan, Bantul kemarin (5/5) kemarin.

Seniman yang lainnya Valeriana mengaku partisipasi dalam pameran ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan kesadaran melalui seni tentang kekerasan seksual yang menjadi korban perempuan dan anak perempuan di mana pun tempatnya. Termasuk ekosistem seni.

“Sebagai seniman dalam pameran ini, kami menggunakan karya kami dalam berbagai format untuk menyentuh isu-isu menyakitkan ini dengan perhatian dan empati yang layak mereka dapatkan,” tuturnya.

Kurator dalam pameran tersebut Astrella Aurellia mengungkapkan jika tertanamnya budaya patriarki pada tatanan masyarakat, serta penyalahgunaan relasi kuasa, telah menjadi bibit dari maraknya kasus kekerasan seksual. “Tidak sedikit dari para penyintas yang pada akhirnya hanya dapat memilih bungkam. Tak bersuara justru menjadikan kasus kekerasan seksual bak fenomena gunung es,” paparnya

Aurellia juga mengatakan untuk menyiasati darurat kekerasan seksual, digelarlah pameran dengan tajuk “Pangarsa-arsa Paramarta” tersebut dan Judul itu dalam bahasa Indonesia berarti harapan keadilan. (cr2/bah/sat)

Lainnya

Exit mobile version