Neutron Yogyakarta

Bumi Kita Sedang Tidak Baik- Baik Saja

Bumi Kita Sedang Tidak Baik- Baik Saja
MENGAPRESIASI: Pengunjung mengamati karya Herjaka HS dalam pameran Bumi Sriwedari yang sedang berlangsung di Bentara Budaya Jogja. Pameran berlangsung 3-9 Mei.(RIZKY WAHYU/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – Bumi Sriwedari merupakan pameran tunggal dari Seniman Herjaka HS sebagai wujud gambaran taman yang indah permai dan bercahaya di bumi. Dan pada keindahan yang dijadikan maksud oleh Herjaka adalah untuk menyoroti tentang bumi kita apakah sedang baik-baik saja. Apakah bumi yang sudah pada usia yang renta ini sedang terhuyut-huyut dalam penyakit yang kronis.

Menurut kurator Karen Hardini dalam pamerannya tersebut Herjaka HS dalam pameran tunggalnya di Bentara Budaya Jogja kali ini hadir dengan judul ‘Bumi Sriwedari’ dengan maksud yaitu bumi sebagai tempat umat manusia berada dan saling berinteraksi memberi dampak satu dengan yang lain.

Sedangkan Sri dalam Bahasa Jawa berarti sinar cahaya yang indah permai. Sementara Wedari berarti digelar atau diwujudkan. Bumi Sriwedari berarti suatu usaha dalam mewujudkan taman yang indah permai dan bercahaya di bumi. “Perwujudan taman yang indah ini menjadi satu jangkar bagi Herjaka menyoroti apakah bumi kita sedang baik-baik saja,” ujar Karen kepada Radar Jogja, Minggu (7/5).

Karen juga mengatakan jika bumi dengan populasi manusia yang semakin besar, pergerakan yang massif dan sistemik, cuaca yang tidak menentu, tercerainya hubungan manusia dengan alam dalam gap yang lebar, hingga terjadinya banyak bencana alam akibat perbuatan manusia sendiri. Ibarat manusia, bumi telah berada pada usia yang tua dan renta, terhuyut-huyut dalam penyakit yang kronis.

Pada pameran kali ini, Herjaka menyodorkan 15 karya lukis pada kanvas, 12 karya lukis pada kertas, dan karya arsip. Momentum ini juga dibersamai dengan peluncuran buku seri komik terbaru Herjaka HS berjudul berjudul ‘Buruk Muka Hati Mulia’. “Dua seri Komik itu menceritakan tentang tokoh Sukrasana dan Sumantri di Padepokan Argasekar yang sejuk dan subur tanahnya, layaknya Taman Surya di bumi,” ungkap Karen.

Karen juga menambahkan, karya-karya Herjaka pada dasarnya memiliki gaya yang menimbulkan unsur tarik-menarik antara ikatan ‘tradisi pakem’ dan ‘kebebasan berekspresi’,menawarkan makna yang bergerak dalam wilayah mitos sebagai pokok pikiran Herjaka.”Pada karya lukis ini, Herjaka memadupadankan bentuk wayang klasik dengan gaya realistik tubuh manusia, yang dimatangkan dengan dinamis pada proses stilasi (penggayaan) pada bentuk figur wayang sebagai upaya kreatifnya,” katanya.

Pameran ini membuktikan bahwa ada relasi antara teks dan kode visual, sebagaimana dapat mengukur bahwa wayang hadir sebagai simbol yang sangat kuat, total, dan filosofis. Di dalamnya memuat konfirmasi historis, nilai-nilai, juga dapat menjadi studi kedangkalan dan kedalaman, manakala dipandang lewat cara pandang yang lain. “Pameran ini juga untuk menjembatani antara jurang antara struktur sosial yang statis dan praktik manusia yang dinamis,” tutur Karen.

Salah seorang penggunjung pameran Windy Tri Widodo yang juga seorang siswa SMSR Jogja mengaku jika pada pameran ini Harjaka sungguh sanggat luar biasa. Detail-detail pada lukisannya tersebut sangat diperhatikan dan juga lukisan yang bergambar wayang itu adalah karya yang sangat menarik bagi Windi. Sebab tidak banyak yang melukis hal tersebut secara detail dan rapi seperti Herjaka. “Tak hanya itu saja kita dihadapkan untuk peka terhadap budaya kita juga karena dalam gambar wayang kita juga bisa menafsirkan banyak cerita yang ada di dalamnya,” cetusnya. (cr2/din/sat)

Lainnya