Neutron Yogyakarta

Ketimbang Gosip, Emak-Emak Pilih Belajar Menenun

Ketimbang Gosip, Emak-Emak Pilih Belajar Menenun
TERUS BERLATIH: Para ibu di Desa Wonosari, Kecamatan Sadang cukup bersemangat mengikuti pelatihan menenun. Diharapkan nantinya para ibu-ibu di Wonosari memiliki pendapatan sendiri dari hasil karya yang dibuat.(M Hafied/Radar Kebumen)

RADAR MAGELANG – Sudah tiga hari terakhir warga Desa Wonosari, Kecamatan Sadang antusias mengikuti pelatihan menenun. Mereka tampak begitu bersemangat menjalani sesi pelatihan, demi bisa menghasilkan kerajinan kain tenun.

Pelatihan ini diikuti kelompok perempuan di desa setempat. Secara bertahap, peserta pelatihan diberi pemahaman tentang kegunaan atau fungsi peralatan tenun. Peranti yang digunakan pun terbilang masih tradisional. Menggunakan kayu bersusun dengan bentuk pipih sebagai pembentuk motif.

Setelah paham dengan masing-masing fungsi peralatan, peserta pelatihan kemudian diajak praktik langsung menyusun helai benang, agar bisa terangkai menjadi lembar kain utuh. “Baru pertama kali, jadi perlu telaten latihan. Harus sabar juga, biar hasilnya maksimal,” kata seorang warga Anna Seftiayunisa, Senin (29/5).

Menurutnya, ada nilai pemberdayaan dalam pelatihan menenun. Dari pelatihan itu ia berharap nantinya mampu meningkatkan produktivitas. Khususnya bagi kalangan ibu rumah tangga. “Dari pada kumpul ujung-ujungnya tidak jelas. Gosip ini itu, mending latihan tenun. Misal udah bisa, hasil tenun buat tambahan beli jajan anak,” katanya.

Anna mengungkapkan, pelatihan berlangsung atas kerjasama dengan perajin tenun dari Desa Seboro, Kecamatan Sadang. Ia menyebut, Desa Seboro memang dikenal sebagai sentra tenun. Bahkan, hasil produksinya kini sudah mengisi pasar mancanegara.

Karena itu, potensi kerajinan tenun mulai banyak dilirik warga lain di Kecamatan Sadang, termasuk di Desa Wonosari. “Orang Desa Seboro banyak yang buat tenun. Kami minta diajari dari nol sampai bisa. Syukur bisa ikut kerjasama,” terangnya.

Sementara itu, pelatih menenun Isnatun, bersyukur bisa mentransfer ilmu tentang proses produksi kain tenun. Itu artinya masih banyak orang yang peduli dengan kekayaan tradisi dan budaya bangsa. “Tenun itu kan peninggalan nenek moyang, kalau tidak ada yang meneruskan hilang nanti,” ucap perempuan 40 tahun itu.

Menurutnya, kain tenun khas Sadang memiliki potensi cukup besar di pasar nasioal maupun internasional. Terbukti, sudah banyak permintaan dari berbagai daerah. “Kuncinya telaten. Wong ini sudah sampai mana-mana. Terakhir kemarin kirim ke Bahrain,” tuturnya. (fid/pra/sat)

Lainnya