Neutron Yogyakarta

Upaya Menjaga Sumber Air di Sleman

Upaya Menjaga Sumber Air di Sleman

RADAR MAGELANG – Beragam event budaya disuguhkan dalam Festival Van Der Wijck di Padukuhan Tangisan, Banyurejo, Tempel, Kabupaten Sleman, kemarin (2/6). Mulai dari dari lomba membuat kreasi memedi sawah hingga parade kirab budaya dan upacara wiwitan. Ratusan warga memadati event yang digelar di pinggir saluran Van Der Wijck atau dikenal dengan Buk Renteng dan bulak sawah itu.

“Festival Van Der Wijck untuk pertama kalinya menjadi salah satu Karisam Event Nusantara (KEN) 2023, setelah melalui proses kurasi cukup detail dan selektif dari 3.000 dan 10 ribu yang masuk,” ungkap Staf Ahli Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Fajar Utomo di lokasi kemarin (2/6).

Menurutnya, tema Rice For All menjadi sangat penting dan menarik. Sebab ada tiga persoalan yang akan dihadapi oleh dunia dalam masa mendatang menyangkut FEW. Di mana, F yang dimaksud adalah food. Dunia sedang menghadapi ancaman ketahanan pangan. Event ini berada di tengah-tengah lokasi destinasi lumbung pangan.

Sedangkang E yaitu energi. Festival Van Der Wijck berada di tengah lingkungan sumber energi luar biasa. Ada sumber air, matahari yang melimpah dan lebih penting lagi sumberdaya manusia. Sedangkan W yaitu water, air bersih. “Saya menyampaikan pujia saya kepada Pak Wabup (Sleman, Red) betapa bersih saluran air disini,” pujinya.

Untuk itu dia meminta agar waega sekitar benar-benar menjaga bersih saluran tersebut. Jangan sampai dikotori, dengan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan terutama sampah plastik. “Ini sesuai tema Festival Van Der Wijck kali ini mengungsung konsep green and sustainability (keberlanjutan). Kanal selokan Van Der Wijck atau Buk Renteng menjadi latar belakang dilaksanakan event ini,” bebernya.

Van Der Wijck dalam bingkai sejarahnya, merupakan saluran irigasi yang dibangun pada zaman penjajahan Belanda, 1909 sampai 1932, atau di era Hamengku Buwana VII. Selokan Van Der Wijck merupakan pusat irigasi sawah di Sleman yang memiliki pesona tersendiri.

Pembangunan haritage ini secara resmi ditetapkan sebagai cagar budaya pada 11 November 2008. Selain fungsinya untuk mengairi area persawahan yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, pemandangan alam di sekitarnya pun menjadi potensi daya tarik tersendiri.

“Potensi ini tentunya perlu dikembangkan agar lebih dikenal masyarakat luas, salah satunya melalui penyelenggaraan event menarik, berkualitas dan berkelanjutan serta mempromosikannya melalui platform digital seperti media sosial,” ujar Fajar.

Adanya spot wisata yang instagramable, menjadi salah satu strategi promosi destinasi wisata yang cukup efisien dan efektif dalam meningkatkan kunjungan wisatawan. Tentunya ini harus sejalan dengan kemudahan aksesibilitas dan aminitas. “Kemenparekraf mendorong konsep pariwisata berkelanjutan ditandai dengan pilar tata kelola destinasi, kebermanfaatan bagi masyarakat lokal dan lingkungan berkelanjutan. Ini yang saya yakin menjadi keunggulan festival van der wijk sehingga menarik perhatian para kurator di KEN,” paparnya.

Kegiatan ini mendapatkan respon positif dari masyarakat setempat. Mereka bersemangat menyemarakan event tersebut. Rita Rosita, 46, warga Pokoh, Kalurahan Banyurejo, secara spontan tertarik menyerakan lomba membuat memedi sawah. Berbekal baju kebaya dan jarik anaknya, dia tertantang membuat memedi sawah berkonsepkan Dewi Sri. Menggambarkan seorang perempuan menggendong bakul berisikan padi. “Dewi Sri lambang kesuburan. Saya berdoa semoga petani di wilayah ini (dekat dengan Selokan Mataram Van Der Wijck makmur sejahtera, rezekinya mengalir seperti air dna tak pernah kekeringan,” pintanya.

Festival Van Der Wijck masih berlangsung hingga hari ini (3/6). Ada yang unik di festival ini. Di saluran air tersebut disediakan kapal-kapal. Sejumlah pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) sekitar juga menjajakan hasil bumi pertanian di kapal tersebut. (mel/bah/sat)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)

Exit mobile version