Neutron Yogyakarta

PP Muhammadiyah Tolak Tambahan Jabatan KPK Jadi Lima Tahun

PP Muhammadiyah Tolak Tambahan Jabatan KPK Jadi Lima Tahun
TEGAS MENOLAK: Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo saat memberikan keterangan pers di kantor PP Muhammadiyah Jogja.(WINDA ATIKA IRA P/RADAR JOGJA)

RADAR MAGELANG – Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menolak perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat menjadi lima tahun, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Penolakan ini dengan alasan selama ini para pimpinan KPK kerap melakukan pelanggaran saat memimpin lembaga antirasuah ini. “Terkait dengan perpanjangan yang diambil untuk otomatis menjadi 5 tahun untuk periode yang saat ini kami tolak,” tegas Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo di kantor PP Muhammadiyah Jogja, Selasa (13/6/2023).

Secara prinsip Trisno menyebut empat tahun. Selama KPK berdiri, tidak pernah ada komisioner KPK yang mempersoalkan hal ini. Kondisi ini baru pertama kali terjadi dan janggal. “Kalau pun itu dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi tadi kami tegaskan itu periode berikutnya. Kalau memang mau ditetapkan dan dirumuskan di dalam undang-undang,” jelasnya.

Menurut Trsino, perpanjangan masa jabatan KPK dinilai tidak ada urgensinya. Apalagi apabila dilihat, kinerja KPK periode sekarang mengalami penurunan.Kebijakan ini jika dipaksakan justru menjadi hadiah yang tidak tepat bagi lembaga negara yang kinerjanya bahkan tidak maksimal. Kondisi ini justru menjadi pertanyaan bagi Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah. Menurutnya tidak pada tempatnya mengingat indeks persepsi korupsi kita kembali pada awal masa Presiden Jokowi memimpin pada periode pertama. “Kembali lagi, naik naik naik terus turun, naik, turunnya jatuhnya sakit gitu. Saya kira gitu,” lanjutnya.

Baca Juga: Mu’allimin Muhammadiyah Dirikan Sport Center

Wakil Ketua 3 Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Rahmat Muhajir mengatakan keputusan MK terburu-buru karena diputuskan sangat cepat. Saat masa kepemimpinan KPK hampir berakhir. Keputusan ini terkesan bermuatan politis.
“Ada apa kok buru-buru, tim pansel (panitia seleksi-red) MK pun belum dibentuk,” ujarnya.

Sementara itu, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Totok Dwi Diantoro menilai kondisi ini seperti ada konflik kepentingan. Apalagi alasan perpanjangan masa periode karena menyamakan dengan pimpinan lembaga negara yang lain juga sangat tidak masuk akal. Apakah harus disamakan dengan dengan pimpinan OJK atau KY itu tidak sesuai. Ada lembaga negara seperti KPI yang masa jabatannya saja hanya tiga tahun. “PUKAT menegaskan putusan MK tidak bisa dijadikan landasan periode perpanjangan,” tegasnya. (lan/din/sat)

Lainnya