RADAR MAGELANG – Dua jaringan pengedar ganja lintas provinsi berhasil ditangkap jajaran Polda DIJ. Para pelaku mengirim barang haram itu melalui ekspedisi dikamuflase dengan kaus. Total ada enam tersangka yang diringkus dari dua jaringan ini.
Kasubbid Penmas Polda DIJ AKBP Verena Sri Wahyuningsih mengatakan, pengedar ini jaringan Medan- Jogja. Keenam tersangka diringkus di tiga tempat berbeda. Mereka adalah AV, YS, IM, HPNP, JS, dan BCA.
Tersangka AV dan IM ditangkap di Mergangsan, Jogja dan Mlati, Sleman. Sedangkan empat pelaku sisanya dikejar dan dibekuk di Medan, Sumatera Utara. Untuk AV dan IM statusnya sebagai pemakai dan pembeli, sedangkan sisanya merupakan pengedar ganja.
AV membeli barang haram dari YS yang merupakan teman SMP sebagai pengedar ganja. “Dari keduanya disita barang bukti ganja seberat 173,49 gram,” kata Verena kepada wartawan di Mapolda Jogja, kemarin (19/6).
Sementara itu, jaringan lainnya yakni IM ditangkap dan dikembangkan ternyata beli ganja dari HPNP. Ketika sudah menangkap HPNP, polisi terus melakukan pengembangan hingga JS dan BCA ditangkap karena sebagai pengedar ganja. Dari jaringan pengedar ganja yang kedua ini disita barang bukti 16,5 kg siap edar.
Wadir Resnarkoba Polda DIJ AKBP Bakti Andriyono menambahkan, sasaran dari kedua jaringan ini adalah DIJ sebagai pasar. Sehingga transaksi yang dilakukan melalui online dan pembayaran transfer. Pengiriman ganja ke Jogja dilakukan dengan paket ekspedisi.
“Untuk yang di Medan paket sampai ke Jogja kamuflasenya menggunakan paketan ekspedisi dan mengelabui dibungkus pakai kaus,” ujarnya.
Menurutnya, harga yang dijual pengedar ganja dari Medan sebesar Rp 900 ribu per 100 gram. Nantinya ketika di Jogja ada ganja paket hemat harga Rp 100 ribu seberat lima gram.
Bakti menyebut konsumen biasanya dari kelompok mahasiswa, buruh, dan karyawan. Ia mengungkapkan, para pengedar di Medan mendapatkan ganja dari Aceh. Menurutnya, pengedar mendapat ganja dari Aceh sudah dalam bentuk paketan.
Tersangka membeli ganja dari Aceh dengan harga murah sekitar Rp 300 ribu-Rp 500 ribu untuk 1 kg. “Tapi kalau sudah sampai Medan bisa sampai Rp 2 juta untuk 1 kg. Ke Jawa udah sampai Rp 5 juta per 1 kg,” ungkapnya.
Bakti menduga kedua jaringan ini bisa saja saling terkait di atasnya jika dikembangkan dan diungkap. Namun dia mengaku belum ada titik untuk mengungkap naik ke atas. Saat ini, masih putus di dua jaringan ini.
Pengembangan pelaku di Medan cukup sulit karena warga desa mengerubung kampung. Jadi ketika ada satu pelaku ditangkap, langsung banyak massa yang berdatangan sehingga terkendala di situ.
Hal itu karena para warganya merasa mendapat manfaat dari penjualan ganja. Secara kolektif merasa tertanggung perekonomian atau pendapatannya.
Bakti mengaku sempat bersitegang juga anggotanya saat di Medan. “Akhirnya mengembang ke atas perlu waktu lagi, perlu pendalaman lagi, perlu trik lagi,” tandasnya. (cr3/laz)