RADAR MAGELANG – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) kembali melakukan penyegelan terhadap bangunan di tanah kas desa (TKD) yang tak berizin, Jumat (23/6/23). Ada tiga titik TKD yang disegel di Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman yang semuanya berdiri perumahan.
Dari ketiga titik itu, dua titik sudah berdiri rumah dan dihuni. Sedangkan satu titik masih dalam proses pembangunan. Penyegelan dilakukan tepat di jalan masuk hunian perumahan itu.
Kasi Penegakan dan Penyidikan Satpol PP DIJ Tri Qumarul Hadi mengatakan, tiga titik hunian itu milik PT Nesa Berkah Jaya. Permasalahan izin di tiga titik sudah dari 2020. Sebelum melakukan penyegelan sudah dilakukan pemanggilan kepada para pejabat di perusahaan itu. Namun, dari pejabat perusahaan yang hadir menerima panggilan tidak ada yang mau di BAP.
Baca Juga: Dorong Pemanfaatan TKD untuk Lahan Produktif Pertanian
“Pelanggarannya sama yaitu tidak memiliki izin gubernur terkait dengan penggunaan tanah desa,” katanya kepada wartawan, kemarin. Tiga titik yang dikelola PT Nesa Berkah Jaya yang pertama luasnya berbeda-beda. Ada yang luasnya sebesar 1.500 meter persegui ada 2.200 meter persegu dan 3.600 meter persegi. Ketiganya dibangun rumah hunian.
Qumarul menegaskan, sesuai Pergub Nomor 34 2017 tidak diperkenankan tanah desa untuk rumah hunian yang dinamakan Nesa. “Dari inventarisir kami di Nesa satu itu ada 12 rumah. Sepuluh di antaranya sudah dihuni, Nesa 2 ada 18 rumah, 16 di antaranya sudah dihuni dan Nesa 3 ada rumah sama 2 ruko tapi semuanya belum berpenghuni yang nesa,” tambahnya.
Penutupan aktivitas dilakukan karena belum memiliki izin, baik dari kasultanan maupun dari izin gubernur. Komisaris PT Nesa Berkah Jaya hadir pada 11 Juni lalu untuk memenuhi pemanggilan. Sudah dilakukan pemanggilan untuk kedua kalinya malah tidak hadir sehingga dilakukan penertiban berupa disegel.
Baca Juga: Didakwa Merugikan Negara Rp 2,9 M, Sidang Perdana Kasus Mafia TKD
Terkait nasib penghuni yang sudah menempati rumah, Qumarul mengaku tidak bisa menjawab. Hal itu karena merupakan ranah kebijakan. Sedangkan, Satpol PP hanya diperintahkan untuk melakukan penutupan. “Kemudian hasil dari kegiatan hari ini kami akan laporkan ke Pak Gubernur melalui Pak Asisten satu untuk petunjuk berikutnya,” tuturnya.
Sementara itu, seorang penghuni rumah, Endar yang sudah dua tahun tinggal merasa aneh dengan penyegelan Satpol PP. Menurutnya, sebelum membuat ada program perencanaan terlebih dahulu sebelumnya. Dia tidak peduli dengan penyegelan yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap akses masuk rumahnya. “Saya nerobos (akses masuknya, Red),” ujarnya. Endar sendiri tidak tahu status rumahnya beli atau kontrak. Sebab dia hanya diminta anaknya untuk menempatinya. (cr3/bah)