RADAR MAGELANG – Majelis umum PBB pada Jumat (27/10) telah mengesahkan resolusi terkait seruan gencatan senjatakemanusiaan di Gaza. Gencatan senjata kemanusiaan yang segera dilakukan, berjangka panjang, dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan.
Disebutkan juga dalam resolusi tersebut terkait tuntutan penyediaan yang cepat, kontinu, memadai, dan tanpa hambatan terkait berbagai barang dan layanan esensial bagi warga sipil di seluruh Jalur Gaza, termasuk air, makanan, pasokan medis, bahan bakar, listrik. Seruan tersebut bertujuan agar akses kemanusiaan segera sepenuhnya, berkelanjutan, aman dan tanpa hambatan ke Gaza.
Sebanyak 120 suara telah mendukung resolusi gencatan senjata di Gaza, namun terdapat 14 suara menolak dan 45 suara abstain. Pemungutan suara tersebut dilakukan setelah melalui proses pemungutan suara dari 113 pembicara dalam sebuah sesi khusus darurat mengenai tindakan Israel di wilayah Palestina.
Duta Besar Yordania untuk PBB, Mahmoud Hmoud, yang berbicara atas nama kelompok Timur Tengah yang beranggotakan 22 negara di PBB, menyerukan agar resolusi tersebut segera ditindaklanjuti karena mendesaknya situasi di lapangan yang semakin memanas.
Duta Besar Kanada untuk PBB, Robert Rae, menanggapi bahwa dari resolusi tersebut terlihat bahwa peristiwa 7 Oktober telah dilupakan. Amandemen tersebut akan mengutuk Hamas yang bertanggung jawab atas salah satu serangan teroris terburuk dalam sejarah.
Sedangkan Duta Besar Pakistan untuk PBB, Munir Akran, mengatakan bahwa resolusi yang dirancang oleh kelompok Timur Tengah itu sengaja tidak mengutuk atau menyebut Israel maupun pihak lain.
“Jika Kanada benar-benar adil, akan setuju untuk menyebut nama semua orang, kedua belah pihak yang bersalah melakukan kejahatan, atau tidak menyebut nama keduanya seperti yang kami pilih,” sebut Akran.
Sesi khusus darurat majelis, yang dimulai pada Rabu (25/10), berlanjut pada Jumat (27/10) pagi dengan Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield yang menggemakan utusan Israel dengan menyebut resolusi itu keterlaluan karena tidak pernah menyebut Hamas dan mengatakan bahwa resolusi itu merugikan visi solusi dua negara.(Erlia Ari Yulisnawati/JawaPos)