Neutron Yogyakarta
Lebih Dekat dengan Raden Arya Pradana

Kembangkan Wisata Lokal, Tak Pasang Tarif untuk Pasien

Kembangkan Wisata Lokal, Tak Pasang Tarif untuk Pasien

JOGJA – Jika punya kelebihan harus digunakan untuk kebaikan. Prinsip itulah yang dijalankan oleh Raden Arya Pradana. Dengan mengembangkan desa wisata B(h)umi Arya berbasis wisata minat khusus di Rongkop, Gunungkidul. Juga pengobatan alternatif di rumahnya.

Yang istimewa, pria yang akrab disapa Den Arya ini melibatkan warga lokal untuk pengembangan desa wisatanya. Juga tak pernah menetapkan tarif untuk pasien yang berobat kepadanya. Den Arya mengaku melakukan hal itu sebagai bentuk syukur kepada Tuhan. “Kemampuan ini kan datangnya juga dari Tuhan, Den Arya hanya mencoba memanfaatkan untuk membantu yang membutuhkan,” katanya, Kamis (11/8).

Di desa wisata B(h)umi Arya dia memanfaatkan lahan seluas satu hektare di Desa Petir, Rongkop, Gunungkidul. Bukan di pusat kota. Tapi dia memilih lokasi di antara perbukitan di kawasan Gunungkidul. Di sana dibangun resto, pendapa hingga kawasan bermain untuk keluarga. Juga tempat wisata alam. “Dari atas bukit kalau lihat ke selatan juga bisa melihat Pantai Wediombo,” jelasnya.

Menurutnya ada alasan lain kenekatannya membuka tempat wisata tersebut. Di antaranya untuk membantu warga sekitar atau pemberdayaan masyarakat. Semua pengelolaan destinasi yang ia bangun melibatkan warga lokal. Ia berharap kawasan tersebut yang sebelumnya jauh dari keramaian bisa menggeliat dengan aktivitas wisata tersebut. Sehingga perekonomian warga di sekitar lokasi bisa terkerek naik. “Tujuannya memberi manfaat bagi masyarakat sekitar. Semua yang terlibat di pengelolannya warga sekitar,” jelasnya.

Prinsip itu pula yang dilakukan keturunan HB II itu dengan kemampuannya menyembuhkan orang. Den Arya membuka pengobatan untuk masyarakat di kediamanya di kawasan Jalan Retno Dumilah, Kotagede. Sebelumnya dia sudah membuka praktik di Jakarta. Bahkan dia mengaku banyak pasiennya dari kalangan atas ibu kota. Tapi karena panggilan, akhirnya dia pulang ke Jogja. Banyak orang bingung harus mencari pengobatan ke mana kalau sudah mentok, kasihan kalau tidak ada yang bisa membantu,” tuturnya. (pra)

Lainnya

RADAR MAGELANG – Proyek pembangunan gedung Puskesmas Alian telah rampung dikerjakan. Infrastruktur layanan kesehatan ini dibangun atas manfaat dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) senilai Rp 6,3 miliar. Kepala UPTD Puskesmas Alian Brantas Prayoga memastikan, seluruh layanan kesehatan akan lebih optimal pasca menempati gedung baru. Sebab lewat perbaikan ini standar layanan kesehatan di Puskesmas Alian setingkat lebih maju dari sebelumnya. Terpenting sudah tersedia layanan rawat inap dan rawat jalan. “Layanan kami UGD 24 jam. Di poli kami punya ruang pemeriksaan umum dan MTBS,” jelasnya, Selasa (26/12). Puskesmas yang berlokasi di Jalan Pemandian Krakal tersebut secara resmi membuka pelayanan perdana pada awal Desember lalu. Dari DBHCHT, Puskesmas Alian kini memiliki gedung dua lantai. Dengan fisik bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1.400 meter persegi. Berbagai pelayanan penunjang tambahan saat ini juga telah tersedia. Antara lain poli, pemeriksaan USG dan persalinan. Selain itu, pembangunan Puskesmas Alian juga didesain memiliki ruang tunggu lebih luas agar masyarakat nyaman. Brantas menyatakan, pihaknya akan berkomitmen untuk selalu menjaga mutu kualitas serta profesionalitas terhadap layanan kesehatan masyarakat. “Ada beberapa ruangan dan sudah sekarang beroperasi untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Bea Cukai Cilacap M Irwan menyebut, realisasi penerimaan negara dari objek cukai rokok di Kebumen terbilang cukup tinggi. Tepatnya mencapai Rp 300 miliar. Penerimaan ini tak luput karena banyaknya produsen rokok rumahan di Kebumen. “Penerimaan cukai justru dari Kebumen. Karena pabrik rokok cukup besar ada di Kebumen, sama klembak menyan itu heritage,” kata Irwan. M Irwan menjelaskan, sejauh ini berbagai upaya terus digencarkan agar penerimaan dari objek cukai rokok dan tembakau terus meningkat. Salah satunya melalui tindakan represif dengan melakukan operasi penertiban rokok ilegal. Kemudian, upaya preventif melalui pengawasan terhadap distribusi rokok ilegal. “Ada skema bagi hasil, buat sosialisasi dan patroli tim terpadu,” jelasnya. (fid/ila)

Exit mobile version