JOGJA – “Kota adalah ruang bising tempat tempur antarkendaraan. Monster Zombie yang telah mengawali pertempuran kendaraan untuk saling serang di jalanan.”
Dengan ceria, Syam Bayu datang ke SLB Negeri Pembina Jogjakarta. Remaja usia 14 tahun ini mengenakan setelan baju krem dengan gambar mobil bermotif batik dan celana berwarna coklat. Begitu masuk gedung utama, pandangannya langsung teredar pada sekeliling SLB.
“Halo,” sapanya datar kepada Radar Jogja kemarin (11/8). Dia kemudian meminta sesuatu pada ibunya, Merna Annisa. Sebuah botol minum kemudian diserahkan pada Bayu. Siswa kelas VII SLB Negeri Pembina ini lalu mencari tempat duduk untuk melepas dahaga. Wajah cerianya kembali makin bersinar ketika gurunya yang bernama Eko Mudjiono menghampiri. “Halo Pak Eko,” sapanya ramah dengan senyum semringah.
Bayu kembali gusar, ketika Merna hendak melepas earplug (penutup telinga) warna biru yang dikenakannya. “Jangan buk. Tidak suka,” lontarnya melarang Merna. Ya, Bayu memang tidak menyukai suara bising. Earplug membantu Bayu menjadi lebih nyaman. Terutama saat berada di jalanan yang bising dengan padatnya kendaraan.
Sebetulnya Merna kurang suka dengan kebiasaan Bayu yang enggan melepas earplug. Lantaran anak sulungnya itu pernah harus mendapatkan perawatan dari dokter kesehatan telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) akibat infeksi. “Tapi kalau mau dicopot, dia nggak mau,” keluh Merna menyerah, untuk membiarkan Bayu tetap mengenakan earplug.
Ketidaknyamanan Bayu terhadap suara bising itu, dituangkan Bayu dalam lukisan-lukisan yang dibuatnya. Sepanjang pengamatan Merna, lukisan Bayu selalu menceritakan tentang pertempuran. Seperti kota yang dimasuki monster kemudian terjadi perkelahian. Ada pula kota yang didatangi alien, kemudian terjadi peperangan. “Tapi, selalu yang ditekankan adalah kendaraan,” ucap Merna.
Ibu dua anak ini mengetahui Bayu memiliki kecenderungan melukis sejak putranya duduk di bangku TK. Namun ciri khas Bayu dalam melukis mulai terlihat saat duduk di bangku kelas III-IV SD. Diawali oleh seorang teman Bayu bernama Rio. Keduanya sama-sama suka menggambar sampai akhirnya memperebutkan pewarna.
“Dari situ, Bayu selalu menamai monster atau karakter kendaraan yang berlaku sebagai penyerang dengan nama Rio. Hampir selalu ada nama Rio dalam lukisan Bayu,” ungkap Merna.
“Aduh, kasihan basah. Ikan dalam akuarium dari tadi, jadi basah,” sela Bayu tiba-tiba.
Tapi Merna tidak menghentikan penjelasannya, terkait kegemaran Bayu menggambar kendaraan. Perempuan yang dalam kesehariannya berprofesi sebagai pedagang ini menyebut, Bayu kerap menggambar mobil dan meriam, tapi dengan konstruksi yang dinilainya rumit.
“Nah, tapi saya dan bapaknya Bayu tidak di bidang seni. Ini yang jadi keterbatasan kami. Kami jadi tidak tahu arah fokus keahlian melukisnya Bayu,” sesalnya. (laz)