SLEMAN – Aiptu Gangsal Wirajati menyakini, pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengubah nasib seseorang. Bhabinkamtibmas Desa Terong Dlingo Bantul ini lantas mengaggas beasiswa untuk anak putus sekolah di wilayah kerjanya. Apa yang dia lakukan?
“Betul, seseorang bisa mengubah nasib dari pendidikan,” ujar warga asli Jakarta yang sekarang berdomisili di Trimulyo, Bantul ini. Menurutnya, dengan pendidikan tinggi, maka pola pikir seseorang akan berubah. Ditambah terbukanya lapangan pekerjaan yang lebih beragam. Sehingga dapat memilih pekerjaan yang terbaik atau berwirausaha dengan memanfaatkan relasi. Dalam pandangannya, lapangan pekerjaan lebih luas dan lebih banyak, nantinya akan berdampak terhadap kesejahteraan.
Semua itu berawal dari keprihatinan Gangsal melihat banyak anak di lingkungan sekitar tempat kerjanya tidak sekolah. Beberapa anak putus sekolah karena kenakalan remaja. Namun ternyata tidak sedikit juga yang terpaksa tidak sekolah karena faktor biaya. “Tapi ada (putus sekolah) karena biaya. Saya bekerjasama dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan disambut baik. Saya melakukan pendekatan dengan orangtua dan anaknya,” jelasnya.
Usaha Gangsal agar setiap anak mendapatkan hak bersekolah dan hidup sejahtera tentu tidak mudah. Banyaknya mindset orang yang tidak menganggap pendidikan penting juga masih ada. Pemahaman terus dia berikan kepada orangtua dan anak yang akhirnya disambut baik. Dia melakukan pendekatan hati ke hati. Dia juga tidak sekali dua kali memberikan penjelasan. “Saya sering main, karena mereka banyak berfikir ah namanya nasib. Saya bilang memang nasib dan takdir Tuhan menentukan, tetapi kita juga harus berusaha,” jelasnya.
Jerih payahnya membuahkan hasil. Saat ini setidaknya lebih dari 20 anak bisa sekolah lagi. Ditambah ada sembilan orang yang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Secara teknis Gangsal menjembatani siswa dengan sekolah dan perguruan tinggi menggunakan dana bantuan operasional sekolah ( BOS) dan kartu Indonesia pintar (KIP).”Saya memberi masukan kerja sama dengan kampus. Saya jelaskan lalu mereka survei bahwa anak tersebut layak dan punya keinginan dan itu benar-benar gratis,” ujarnya.
“Jadi kami dukung keperluan tas, sepatu, dan perlengkapan lain. Dibantu teman-teman yang mendukung,” lanjutnya.
Gangsal mengaku biaya keperluan perlengkapan sekolah tidak digalang secara terbuka. Dukungan datang dari teman dan relasinya lewat unggahan di media sosial. Jadi, dia tidak pernah memaksa seseorang untuk menyumbang keperluan sekolah bagi anak yang diurus.”Mereka melihat kegiatan, lalu ikutan jadi mereka terbuka. Kalau mereka nitip nyumbang, saya laporan juga terbuka misal nitip uang atau barang. Ini namanya virus kebaikan,” lanjutnya.
Gangsal menambahkan, pada November mendatang, salah satu anak yang dia bantu akan diwisuda. Dengan bangga, dia menjadwalkan akan menghadiri acara wisuda anak tersebut. Terlebih selama ini ia selalu mengikuti dan mengawal pembelajaran anak tersebut.
Di tengah maraknya pergaulan bebas dan kemajuan teknologi yang terkadang tidak bisa dikontrol, lulusnya seorang anak tentu prestasi yang membanggakan.”Saya pantau dan beri support terus dan cukup baik. Yang lulus besok dari Gunungkidul,” ujarnya.
Tidak berhenti di situ, program beasiswa dari Gangsal diadopsi oleh daerah lain. Sehingga sekarang tidak hanya anak dari Gunungkidul saja. Namun wilayah lain di Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) juga bisa mendapatkan program darinya. Gangsal berharap melalui pendidikan dapat berdampak positif bagi keluarga dan masyarakat sekitar.”Dengan pendidikan diharapkan masyarakat lebih maju dan berkembang,” ujarnya. (din).