Neutron Yogyakarta

Orion Sang Timur, Mahasiswa Kedokteran Tekuni Seni Lukis

Orion Sang Timur, Mahasiswa Kedokteran Tekuni Seni Lukis
ARTISTIK: Dua karya Orion ditampilkan pada pameran seni rupa bertajuk ‘Marasoca Kala’ di Loka Budaya Soekimin Adiwiratmoko, Kota Magelang.Naila Nihayah/Radar Jogja

RADAR MAGELANG – Siapapun berhak menjadi perupa. Termasuk Orion Sang Timur, 20. Ia merupakan mahasiswa dengan program studi Kedokteran di Universitas Diponegoro (Undip). Rata-rata lukisan dia menceritakan perasaan dan hal-hal yang dialaminya. Seperti apa?

NAILA NIHAYAH, Magelang

Sekilas, lukisan itu terlihat seperti hewan rubah dengan berbagai ekspresi. Nyatanya, lukisan itu tak sekadar goresan asal yang tak bermakna. Justru ada pesan-pesan yang ingin disampaikan perupa kepada penikmatnya. Juga ada perasaan yang tak bisa diungkapkan begitu saja.
Bagi sebagian orang, bercerita dan berkeluh kesah kepada orang lain, tak membuatnya lega. Sehingga beberapa di antaranya menjadikan kuas dan kanvas sebagai tempat untuk berbagi cerita. Menuangkan gundah-gulana yang sulit terucap.

Hal itulah yang dirasakan oleh mahasiswa program studi (Prodi) Kedokteran Orion Sang Timur, 20. Meski tengah berjibaku dengan tebalnya buku-buku soal anatomi tubuh dan segala jenis penyakitnya, tapi ia tetap berkarya lewat seni lukis. Baginya, melukis adalah mengungkapkan perasaan yang tidak bisa didefinisikan begitu saja.

Baca Juga: Ekspresikan Imajinasi Lewat Seni Lukis, Bagaimana Perlindungan Karyanya?

Sejak masih kanak-kanak, Orion memang tertarik dengan seni. Ia mulai menggambar dan mencoret-coret tembok rumahnya. Hingga mencipta sebuah karya khas anak kecil. Yang saat itu masih berupa coretan abstrak tanpa makna. Karena memang hanya sekadar iseng dan mengusir rasa bosan.

Saat duduk di bangku SMP pada 2016, ia mulai melukis di selembar kertas. Entah keberanian dari mana, ia mulai turun ke jalan. Membuat mural. “Dari semenjak itu juga, saya coba melukis di atas kanvas. Terus ikut pameran sekitar 2020 sampai sekarang,” jelas mahasiswa semester 5 ini, Rabu malam (19/7).

Sejak saat itu, Orion mulai haus untuk berkarya dan mengikuti pameran sana-sini. Ia mengaku, sering mendaftarkan karyanya melalui media sosial (medsos). Semacam open submission. Beberapa di antaranya ada di Aceh, Jakarta, Jogja, dan daerah lainnya.
Pemuda asal Magelang ini mengaku, sebenarnya lebih tertarik dengan dunia seni ketimbang kedokteran. Setelah lulus SMA, ia sudah berangan-angan untuk mendaftarkan diri di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta. Namun, keinginan itu hanyalah sebatas angan-angan saja.

Orang tua Orion menyarankannya untuk masuk jurusan kedokteran. Sebagai anak yang ingin berbakti, ia tetap menuruti kemauan orang tuanya. Meski tidak sesuai dengan keinginannya. “Dalam hati kecil, saya enjoy di (bidang) seni rupa. Tapi, ya jalani aja,” lontarnya.
Namun demikian, orang tua Orion mendukung penuh aktivitasnya, yakni melukis. Melainkan hanya menjadikannya sebagai hobi. Bukan profesi di masa depan. Ia tak menyangkal, hobinya ini kerap membuat dia kewalahan dalam hal akademis. Bahkan, nilainya beberapa kali turun drastis karena lebih mementingkan seni.

Baca Juga: Green Project, Potret Seni Lukis di Greenhost Boutique Hotel

Lambat laun, keduanya bisa berjalan beriringan. Antara kuliah dan melukis. Cita-citanya pun tetap menjadi seorang dokter, tapi hobinya tetap melukis. Karena baginya, melukis bisa menjadi perantara untuk menceritakan hal-hal yang dialami. Seperti banyaknya tugas perkuliahan, tekanan dari orang tua, dan lain-lain.

Lebih-lebih, dengan seni dapat membuat manusia bebas menuangkan banyak perasaan yang hanya tertahan di dalam hati saja. “Itulah fungsinya melukis. Mengungkapkan rasa yang tidak terdefinisikan,” tandasnya.

Pada setiap pameran, beberapa kali lukisannya ditanyakan oleh pengunjung. Tapi, belum sampai benar-benar terjual. Pada pameran bertajuk ‘Marasoca Kala’ ini, ia berkesempatan memamerkan dua karyanya. Judulnya, remang menyala enggan sirna dan mengangkat atau terangkat sama setara.

Baca Juga: Indah, Paduan Botani dan Seni Lukis

Lukisan berjudul ‘mengangkat atau terangkat sama setara’ ini berangkat dari keresahannya saat kuliah dan kepada orang tuanya. Dia menilai, orang tua terlalu mengotak-ngotakkan profesi. Ada satu profesi yang dianggap tinggi. Tapi, ada juga yang terabaikan.
Sehingga dia mencurahkan keserahannya lewat karya seni. Dalam lukisannya, dia ingin menegaskan bahea semua profesi memiliki andil dalam lingkup sosial. Profesi itu setara. “Menurut saya semua profesi sama saja. Semua saling berkaitan dan membantu satu sama lain,” sebutnya.

Sedangkan lukisan berjudul ‘remang menyala enggan sirna’ lebih condong pada penerimaan terhadap diri sendiri. Saat awal-awal masuk kuliah, dia merasa kewalahan. Lambat laun, semakin ke sini, Orion mulai menemukan cara untuk berpikir lebih dewasa. Salah satunya dengan tidak berekspektasi dengan hal apapun. (bah)

Lainnya