RADAR MAGELANG – Momotong lalu menata makanan hingga membentuk huruf e. Itu merupakan ritual Alex Pracaya sebelum menyantap makanan. Alex Pra, 60, panggilan akrabnya adalah seorang desainer logo asal Jogja. Kebiasaan unik Alex ini merupakan bentuk wujud sayangnya kepada Erra Pitamaha, 25, putri semata wayangnya.
HERPRI KARTUN, Jogja
”Huruf e itu awalan nama anak saya. Ketika saya makan di luar rumah, saya akan selalu kelingan anak saya,” kata Alex saat ditemui Radar Jogja di teras kediamannya Blok Patuk, Ngampilan, Jogja. Bertiga, Alex Pra beserta Tuti Rustiati istrinya dan Erra sang anak tinggal di kampung yang juga dikenal sebagai Kampung Dipoyudan itu. Sang desainer menata teras rumahnya dengan estetika. Bangunan bergaya indies nampak asri dan artistik dengan pajangan karya-karya visualnya yang dikolaborasikan dengan tanaman-tanaman hias.
Sebelum marak handphone andorid, pria berkaca mata dengan kumis tipis dan kerap mengenakan celana pendek ini telah mengumpulkan foto-foto inisial e untuk kado anaknya. Dicetak lalu dijilid menjadi sebuah buku. “Dulu saya motret masih pakai handphone Blackberry. Belum usum android. Sekitar tahun 2011. Lalu saya beri judul Puisi Tanpa Kata. Konsepnya ungkapan rasa sayang saya kepada anak. Berupa kumpulan visual foto seindah puisi,” kenang Alex Pra yang pernah mengajar kuliah gambar bentuk di kampus Akademi Desain Visi Yogyakarta (ADVY) 1995-1997.
Kini sang anak telah dewasa. Dipinang oleh kekasihnya Dieka Ega Saputra. Resepsi pernikahannya Desember 2023. Digelar di Gedung Puri Dwipari, Wirogunan, Mergangsan, Jogja. Sang ayah hendak kembali memberikan kado spesial. Sebuah pameran foto huruf e lagi. Namun kali ini tak tanggung-tanggung banyaknya. Berjumlah 2.023 foto. Sengaja ia sesuaikan dengan tahun 2023. Ribuan foto itu ia kumpulkan hari demi hari. Minggu demi minggu. Hingga terhitung lebih dari 10 tahun.
“Ekspresi anak saya senyum datar-datar saja. Anak saya kan kurang memahami seni. Tapi dia tahu bahwa saya sangat tresna sama dia,” kata Alex. Foto-foto karya itu dicetak di atas kain flexy interior. Kemudian direntang di atas kayu spanram berukuran 80×100 centimeter. Berjumlah sekitar 24 frame yang masing-masing memuat 100 foto. Kemudian dibubuhi kalimat pepeling Jawa yang diambil dari queto-quote para tokoh terkenal.
“Saking cintanya terhadap anak saya, pernah rambut saya cukur hampir gundul. Hanya ditinggali sedikit rambut pada bagian belakang. Lalu dibentuk huruf e. Awalan nama anak saya,” kata pria kelahiran 26 Mei 1963 ini.
Ada hal unik lainnya, undangan pernikahan anaknya ia desain sendiri. Dengan konsep ala koran. Wajar saja, Alex Pra juga pernah bergelut di dunia pracetak koran. Ia seorang pencipta tokoh karakter kartun Cak Jawap. Serial kartun strip syarat satire namun berbalut humor yang dimuat Jawa Pos medio tahun 1990-an. “Waktu itu Radar Jogja belum lahir. Jawa Pos ada Biro Jogja di Malioboro. Nah, saya kartunisnya,” ungkap Alex Pra, alumnus seni rupa IKIP, angkatan 1984.
Kembali ke undangan ala koran tadi, tertulis sebagai judul headline-nya Djandji Soetji. Lalu tagline-nya cinta kasih, komitmen, kejujuran, kesejahteraan. Undangan berbentuk lembaran kertas berukuran 48×68 centimeter memuat kutipan-kutipan dari tokoh-tokoh ternama bak artikel berita. Ada Paku Alam X, rektor UGM, ketua DPRD Gunungkidul, aparatur polisi, tokoh religi, budayawan, seniman, dll. Mereka memberikan pitutur temanten dalam bentuk quote. Di halaman sebaliknya, undangan itu memuat peta Jogja. Sebuah desain peta yang sangat akrab di mata warga Jogja. Peta yang telah banyak direpro oleh berbagai instansi itu merupakan karya Alex Pra awal 1990-an. Yang ia persembahkan untuk Kota Jogja.
“30 tahun mengenal Mas Alex dan sering bekerja sama dalam kerja-kerja kreatif. Sebuah kejutan saat diminta untuk membuka pameran foto yang bersamaan dengan acara pernikahan putrinya. Mas Alex, saya ikut bahagia,” kata Edial Rusli, dekan fakultas seni media rekam ISI Jogja. (laz)