RADAR MAGELANG – Pameran bertajuk ‘Baboe En Djongos’ sukses diselenggarakan oleh Komunitas Malam Museum Yogyakarta. Penyelanggara mengajar tema Babu dan Jongos agar istilah yang dinilai kasar tersebut bisa lebih dihargai.
“Sekarang istilih Babu dan Jongos kan kasar banget, padahal dulu Babu dan Jongos tersebut memiliki peranan yang luar biasa dalam kehidupan para elit kolonial masa itu. Kalau gaada Babu dan Jongos kan mereka juga akan kacau,” ujar Ketua Komunitas Malam Museum sekaligus Penanggung Jawab Pameran, Sukma Putri kepada Radar Jogja, Selasa (26/12/2023).
Pameran yang diselenggarakan di Gedung Pusat Kajian Jawa UGM tersebut menceritakan segala hal tentang Babu dan Jongos. Babu dan Jongos adalah sebutan untuk para pembantu atau pesuruh yang bekerja di masa kolonial.
“Kami banyak mengangkat cerita babu dan jongos dikususkan saat era kolonial,” tuturnya.
Di dalam ruang pameran, terdapat beberapa foto arsip babu dan jongos dari beberapa daerah di Indonesia. Setiap daerah memiliki ciri khas dan keunikan yang bisa dilihat dari pakaian para babu dan jongos itu sendiri. Selain itu, peralatan yang dinilai dekat dengan pekerjaan babu dan jongos juga dipamerkan dalam pameran tersebut.
“Peralatan seperti cangkir yang digunakan untuk membuatkan minum tuanya, lalu ada mesin ketik yang dulu sering dibersihkan oleh para jongos dan lain-lain,” tuturnya.
Tema yang diambil dalam pameran tersebut adalah ‘Baboe En Djongos’ . Hal tersebut didasari oleh kurator yang memang sebelumnya pernah mengkaji tentang sejarah Babu dan Jongos. Selain itu, dengan tema tersebut penyelenggara ingin memperkenalkan istilah Babu dan Jongos yang sudah ada sejak zaman penjajahan. Karya yang didisplay kebanyakan dari arsip-arsip. Ada foto-foto dan barang-barang lawas koleksi pribadi dari rekan komunitas tersebut.
Karena merasa risih dengan banyaknya umpatan Babu dan Jongos di lingkungan sekitar. Penyelenggara merasa mempunyai kewajiban untuk menyuarakan tentang Babu dan Jongos yang juga mempunyai peran dalam kehidupan dan harus dihargai.
“Pesanya jangan terlalu meremehkan orang apalagi yang bekerja sebagai pelayan. Sekarang sudah tidak ada kolonialisme jadi harus bisa menghargai lagi peran seorang pelayan bahkan semua orang,” tandasnya.
Sementara itu, Arif Akbar Pradana Selaku kurator pameran menambahkan Babu dan Jongos merupakan istilah yang mendiskreditkan suatu kelompok masyarakat kasta bawah pada zaman kolonial. Babu di masa kolonialisme Belanda mempunyai arti pekerja rumah tangga perempuan. Sedangkan Jongos merupakan pekerja Laki-laki.
“Pameran ini akan mencoba menkronkretkan wacana tersebut. Babu dan jongos memiliki persinggungan yang erat antara Timur dan Barat, antara Bumiputera dan Eropa, dan yang (dianggap) interior dan superior,” tandasnya. (cr5/)