RADAR JOGJA – Delapan pebulutangkis Indonesia tersandung kasus match fixing atau pengaturan skor. Mereka terbukti melakukan manipulasi pengaturan hasil pertandingan di laga-laga internasional yang masuk dalam kalender Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Delapan atlet itu adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Sekartaji Putri, Mia Mawarti, Fadilla Afni, Aditiya Dwiantoro, dan Agripinna Prima Rahmanto Putra.
Kejadian itu turut mengundang keprihatinan sejumlah pihak. Salah satunya datang dari Ketua Asosisi Profesor Keolahragaan Indonesia (Apkori) Djoko Pekik Irianto. Djoko sangat menyayangkan terjadinya match fixing yang menimpa delapan atlet Indonesia.
“Kejadian itu tentu telah mencederai jiwa sportivitas olahraga. Terlepas dari hal-hal tersebut, PBSI juga perlu mengambil langkah bijak terhadap delapan atlet tersanksi, misalnya terapi psikologis,” ujar Djoko Pekik Selasa (12/1).
Pria yang juga Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) DIJ itu mengapresiasi BWF karena sudah mengambil tindakan tegas atas kasus tersebut. Agar kejadian serupa tak terulang lagi, Djoko meminta induk organisasi bulutangkis Indonesia alias PBSI mengusut tuntas dan menindak semua pihak yang terlibat.
Di samping itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini juga memberikan beberapa saran dan solusi kepada PBSI agar ke depan tak kecolongan kasus yang sama. Pertama, revitalisasi proses pembinaan mulai dari klub, diklat, hingga pelatnas. Kemudian, reorientasi proses pelatihan yang menekankan total training, tak hanya pelatihan fisik, teknil, taktik dan mental. Namun, juga menyangkut pelatihan attitude serta karakter.
“Pelatih harus menanamkan life education kepada semua atlet dan manajamen diri, moral, etik dan value. Selain juga perlunya coaching education pada semua atlet dan pelatih,” papar Djoko. (ard/laz)