JOGJA – Sepakbola adalah salah satu olahraga yang sarat dengan permainan fisik. Jamak terdengar pemain ada yang cedera tak ditangani semestinya. Hingga akhirnya karirnya tamat lebih dini. Antisipasi dilakukan Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI DIJ.
Muhammad Fiky Aditya Rachmad masih ingat betul kebingungan akibat cedera anterior cruciate ligaments (ACL) yang mengenai lututnya. Di antaranya siapa yang harus membayar biaya operasinya. Tanpa operasi karirnya terancam. Tapi pemain asal Sleman itu bersyukur karena terdaftar pemegang BPJS Ketenagakerjaan.
Pemain Nusantara United itu mengungkapkan, semua biaya yang diterimanya ketika menjalani operasi ACL beserta segala fasilitasnya ditanggung oleh BPJS. “Jadi saya tidak mengeluarkan uang sepeser pun,” ungkapnya di sela penandatanganan MoU Asprov PSSI DIJ dan BPJS Ketenagakerjaan, Jumat sore (5/8).
Ia sendiri mengalami cedera saat sesi latihan dan sudah tujuh bulan ini menjalani pemulihan pascaoperasi ACL. Saat ini kondisinya sudah mulai membaik. “Pemulihan sekitar tujuh bulan ini dan sekarang hampir seratus persen, sudah tidak merasakan nyeri,” katanya. Vicky menargetkan dalam satu bulan ke depan ia sudah dalam kondisi seratus persen. “Saat ini sudah tidak latihan terpisah, tapi masih ada rasa trauma,” imbuhnya.
Ketua Umum Asprov PSSI DIJ, Ahmad Syauqi Soeratno paham betul risiko bagi pemain itu. Mantan manajer PSIM Jogja itu mengatakan bahwa jaminan dan manajemen pengalihan risiko seperti itu penting. Dia mencontohkan, biaya pengobatan Rp 100 juta itu sama dengan modalnya klub Liga 3 untuk bermain semusim. “Bisa bangkrut mereka kalau hanya untuk membiayai cedera satu pemain saja,” ujarnya.
Menurutnya, adanya perlindungan ini membuat manajemen klub, pemain, dan pelatih bisa lebih fokus terhadap pertandingan. Asprov PSSI DIJ lanjut dia, menyambut baik kerja sama ini. Tugas selanjutnya untuk mensosialisasikan kepada seluruh anggota. “Semoga mereka juga memiliki semangat yang sama untuk mengelola risiko ini. Harapannya tidak perlu ada yang cedera dan sakit. Tapi jika itu terjadi, tidak terlalu berat memikirkan bebannya,” tutur pria yang dicalonkan jadi anggota DPD RI dari Muhammadiyah itu.
Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIJ, Cahyaning Indriasari menambahkan, kerja sama BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Jateng-DIJ dan Asprov PSSI DIJ dalam rangka perlindungan terhadap insan sepakbola DIJ, terutama atlet atau pemain, pelatih, ofisial, dan wasit.
Menurut dia, sepakbola yang sangat berkaitan erat dengan kontak fisik, mempunyai risiko yang sangat tinggi juga dalam pelaksanaannya, baik pada saat latihan maupun pada saat pertandingan. Perlindungan yang d berikan ini meliputi biaya pengangkutan. “Termasuk di dalamnya adalah biaya pengobatan apabila ada resiko kecelakaan pada saat berlatih maupun bertanding, dan ditanggung sampai sembuh,” katanya.
Ia menyebut, berapapun biayanya tidak akan menjadi beban bagi klub atau Asprov PSSI DIJ, namun dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Termasuk apabila ada risiko hingga meninggal dunia, maka BPJS juga memberikan santunan kepada ahli waris. Apabila memiliki anak yang masih sekolah maka akan diberi beasiswa hingga perguruan tinggi.
Ia mengaku senang karena Asprov PSSI DIJ menjadi pelopor untuk perlindungan bagi pelaku olahraga, khususnya sepakbola. “Semoga kerjasama ini menjadi inspirasi untuk asosiasi olahraga lainnya, baik yang ada di DIJ maupun di wilayah lainnya,” ucapnya. (pra)