JOGJA – Dicanangkan sebagai kalurahan kebudayaan, Kricak perkokoh potensi budaya untuk menciptakan daya tarik wisata. Salah satunya dengan menggelar Merti Kombor.
Lurah Kricak, Kemantren Tegalrejo May Christianti Sudarmono menjelaskan. Merti Kombor berkaitan dengan sejarah kampungnya. Kricak dipercaya sebagai lokasi Pangeran Diponegoro memelihara kuda-kuda peliharaan. Dibuktikan dengan ditemukannya artefak berupa batu besar berlubang, yang tersebar di berbagai lokasi di Kricak. “Ini tempat minum (dalam bahasa Jawa disebut komboran) kudanya Pangeran Diponegoro saat melawan Belanda,” jelasnya pada Radar Jogja Minggu (28/8).
Perhatian warga Kricak terhadap sejarah dengan balutan budaya, diapresiasi oleh May. Dia pun bangga, karena Kricak telah menyandang kelurahan budaya. “Luar biasa sekali potensi masing-masing kampung,” lontarnya.
Potensi tiap RT dan RW di Kricak, disebut May mendukung pelestarian kelurahan budaya. Selain turut merekatkan kerukunan antarwarga, ke depan, May berharap dapat mendayaupayakan potensi sejarah dan budaya di Kricak. Agar potensi itu dapat menjadi daya tarik wisata. “Kami sudah membentuk kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang akan kami sinergitaskan pengampunya dengan dinas pariwisata dan dinas kebudayaan,” lanjutnya.
Turut hadir dalam Merti Kombor, Mantan Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi. Dia merupakan tokoh yang memberi nama bagi tombak pusaka di Kricak, Kyai Geget Simbar Budaya. Sebelum upacara Merti Kombor dilakukan, empat pasukan bregada mengirab tombak. “Karena kami berharap, di Kricak ini antara budaya dan perkembangan masyarakat selalu terikat kuat,” ungkapnya mengenai arti penamaan tombak.
Ikhwan Jayasentana, penasihat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kalurahan (LPMK) Kricak menyebut, Pangeran Diponegoro dikenal kaya raya. Tanah pertaniannya dikerjakan sekitar 1.500 kepala keluarga. Selain itu, juga mewarisi usaha perdagangan kain batik dari dan ke pantai utara Jawa. Dia pun menjabat pangeran utama atau penasihat Sultan HB III, pengasuh Sultan HB IV, dan akhirnya Wali Sultan untuk Sultan HB V. “Guna mengurusi luasnya lahan dan usaha perdagangan batik, beliau memiliki kuda yang sangat banyak,” paparnya.
Pangeran Diponegoro memelihara kuda angkut barang, kuda tunggang, serta membangun pasukan berkuda untuk keperluan keamanan dan membantu petani penggarap. Karena banyaknya jumlah kuda yang dimiliki tersebut, abdi perawat kuda sampai mencapai 60 orang. “Dengan demikian, jumlah kudanya tentu mencapai ratusan ekor,” serunya.
Sebelum pecahnya perang Jawa, saat itu Diponegoro masih tinggal di Tegalrejo. Kuda dalam jumlah besar itu ditempatkan jauh dari rumah induk agar tidak mengganggu. Namun lokasinya dipilih dekat dengan ladang penggembalaan dan sumber air. “Tempat tersebut kemungkinan adalah di Kricak karena banyaknya ditemukan komboran di Kricak,” cetusnya. (fat/eno)