Neutron Yogyakarta

Menikmati Liburan Akhir Tahun di Desa Wisata Krebet, Diajak Membatik Kayu dan Rasakan Kuliner Tradisional

Menikmati Liburan Akhir Tahun di Desa Wisata Krebet, Diajak Membatik Kayu dan Rasakan Kuliner Tradisional
KHAS KREBET: Topeng kayu dengan nuansa batik menjadi salah satu karya perajin Desa Krebet. Produk-produk mereka selain masuk pasar lokal juga menjangkau pasar internasional.Dok. Desa Wisata Krebet

RADAR MAGELANG – Bagi yang ingin liburan akhir tahun dengan nuansa yang berbeda, Desa Wisata Krebet dapat menjadi pilihan. Desa wisata tersebut terletak di Kalurahan Sendangsari, Kapanewon Pajangan, Kabupaten Bantul.

Desa ini berkonsep layaknya galeri batik. Karena itu pengunjung akan mendapati pajangan ukiran batik kayu di sepanjang jalanan kampung. Uniknya, masyarakat Krebet membuat kerajinan batik menggunakan media kayu. Inilah yang dijadikan sebagai daya tarik wisatawan. Selain belajar membatik, wisatawan juga bisa menikmati kuliner khas tradisional dan menginap di homestay yang tersedia di Desa Wisata Krebet.

Sebelum menjadi seperti sekarang, Desa Krebet hanyalah desa biasa yang terletak di perbukitan kapur. Dulunya, desa ini disebut Desa Ngalas yang artinya hutan. Karena sebelum 1980-an, desa itu tertutup hutan yang didominasi pohon jambu.

Masyarakatnya pun belum seperti sekarang yang mayoritas menjadi perajin batik kayu. Mereka umumnya bekerja di sektor pertanian. Tetapi ada pula yang bekerja sebagai buruh bangunan hingga berjualan jambu. “Dulu kerjanya macam-macam. Sing penting urip (yang penting hidup, Red),” kata Ketua Desa Wisata Krebet Agus Jati Kumara, Jumat (29/12).

Baca Juga: Ingin Menikmati Liburan Wisata Akhir Tahun? Simak Prakiraan Cuaca di Daerah Wisata DIY

Kemudian pada 1970-an, masyarakat mulai membuat kerajinan berbahan kayu. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan warga Desa Krebet. Kerajinan kayu itu kemudian dimodifikasi menjadi batik kayu oleh ayah Agus yang bernama Anton Wahono. Anton merupakan pemilik sanggar Punokawan yang juga perajin wayang kulit. Adanya batik kayu ini sejak tahun 1988. Dulu hasil produknya menjadi wayang dan dudukan wayang. “Kebetulan saat itu ada satu pembatik kain yang diminta untuk membatik di kayu,” ujar Agus.

Berawal dari hanya ada tiga orang yang membuat batik kayu, saat ini sudah ada 57 sanggar batik kayu di Krebet. Perkembangan sanggar batik kayu di Krebet cukup pesat. Dari yang awalnya hanya ada dua sanggar. Yaitu sanggar Punokawan dan sanggar Peni. “Karyawan dari sanggar tersebut kemudian mandiri, sehingga saat ini berkembang menjadi 57 sanggar,” imbuhnya.

Pemasarannya pun tak tanggung-tanggung. Batik kayu buatan perajin Krebet bisa menembus berbagai negara, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Irlandia, Jepang, dan Korea Selatan. Mayoritas topeng dan hiasan dinding adalah kerajinan yang banyak dipesan negara-negara tersebut. Namun saat ini perajin batik kayu lebih banyak menerima pesanan yang lebih fungsional, seperti nampan dan lain-lain.

Baca Juga: Mau Mengunjungi Destinasi Wisata di Lereng Gunung Merapi? Berikut Prakiraan Cuaca Hari Ini

Banyak kelompok yang ingin belajar di Desa Wisata Krebet. Tak hanya untuk belajar seni batik kayu, tetapi juga untuk belajar kesenian tradisional hingga bercocok tanam.  Paling banyak yang datang ke sini rombongan dari sekolahan, tetapi ada juga dari dinas. “Kebanyakan ingin belajar membatik kayu karena memang produk unggulan Desa Wisata Krebet,” jelas Agus.

Proses menjadi desa wisata tidaklah singkat. Warga mulai merintis desa wisata sejak tahun 1995. Perjuangan warga Krebet pun tidak mudah. Tidak sekadar menyusun kepengurusan semata, tetapi juga mengembangkan potensi yang ada di Krebet. “Resmi menjadi desa wisata baru 2000. Kriteria menjadi desa wisata dulu mungkin lebih banyak daripada sekarang,” katanya. (tyo/din)

Lainnya

Exit mobile version